Yulya Chandra Dituntut 7 Tahun Penjara atas Korupsi Dana KUR BRI

Surabaya,LintasHukrim-Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Yulya Chandra Kartika Sari alias Cindy dengan pidana 7 tahun penjara dalam kasus korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Unit Arjuna, Surabaya. Selain hukuman badan, terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp300 juta subsidiair 3 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp518.081.194.
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya [10/2/25] dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani, S.H., M.H., dengan dua hakim anggota, Athoillah, S.H., M.H., dan Ibnu Abbas, S.H., M.H. Dalam tuntutannya, JPU Satya Maja Wiratama, S.H., M.H., menegaskan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini bermula dari penyalahgunaan wewenang dalam pencairan KUR Mikro BRI pada periode November 2021 hingga Desember 2022. Yulya Chandra bekerja sama dengan Hj. Rina Utari, S.E., M.M., yang saat itu bertugas sebagai Pejabat Pemrakarsa KUR Mikro, untuk mengajukan kredit secara ilegal kepada nasabah yang tidak memenuhi syarat.
Dalam prosedur resmi, calon debitur KUR Mikro harus memiliki usaha produktif yang telah berjalan minimal enam bulan, didukung oleh dokumen usaha yang sah serta hasil survei lapangan. Namun, terdakwa merekayasa data dan dokumen agar pengajuan kredit dapat disetujui. Setelah pencairan dana, sebagian besar uang yang seharusnya diterima oleh debitur justru dikorupsi oleh terdakwa dan saksi.
Salah satu contoh kasus yang terungkap adalah pencairan kredit atas nama Farida Juhana sebesar Rp35 juta, tetapi uang tersebut sebenarnya digunakan oleh pihak lain, Ifa Muchdiana, dengan Cindy menerima “fee” sebesar Rp5 juta dari transaksi tersebut. Selain itu, Hj. Rina Utari menerima bagian Rp99 juta, sementara Cindy mengantongi Rp608,8 juta untuk kepentingan pribadinya.
Skandal ini terungkap setelah BRI Unit Arjuna melakukan audit internal dan menemukan bahwa 31 debitur mengalami gagal bayar (kolektibilitas 5).
Berdasarkan hasil audit investigasi yang dilakukan BRI Surabaya Tanjung Perak, total kerugian negara akibat kejahatan ini mencapai Rp896.295.818.
Dalam persidangan, JPU menegaskan bahwa perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara dan melanggar kepercayaan yang diberikan oleh institusi perbankan dalam menyalurkan dana untuk usaha mikro. “Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangannya dengan memperkaya diri sendiri, sehingga patut dijatuhi hukuman berat agar memberikan efek jera,” tegas JPU dalam tuntutannya.
Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka jaksa berhak menyita aset terdakwa untuk dilelang. Jika harta benda yang disita tidak mencukupi, hukuman penjara tambahan akan dikenakan sebagai gantinya.
Sidang akan kembali digelar pada pekan depan dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim.(juanarief)