Vonis 7 Tahun untuk Pemimpin Geng Tawuran Wonokusumo
LintasHukrim- Dua terdakwa kasus tawuran yang menyebabkan seorang remaja meninggal dunia, Galang Mahesa Putra Bin Hesim (17) dan M. Adil Fahmi Bin Fani Efendi (16), dijatuhi vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam sidang yang berlangsung di ruang sidang Garuda 2 pada Kamis (19/12/2024), terdakwa Galang divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan, sementara Adil dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dengan denda serta subsider yang sama.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ugik Ramantyo Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang meminta hukuman 12 tahun untuk Galang dan 10 tahun untuk Adil, dengan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan. Kedua terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 80 Ayat (3) jo Pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan korban meninggal dunia,” ujar Ketua Majelis Hakim Hj. Halimah Umaternate dalam putusannya.
Kasus ini bermula pada Kamis, 25 April 2024, sekitar pukul 01.30 WIB di pertigaan Jalan Wonokusumo, Kecamatan Semampir, Surabaya. Tawuran melibatkan kelompok gangster tempat terdakwa bergabung dan kelompok lawan, gangster “AUW-AUW”.
Terdakwa Galang bersama beberapa rekannya, termasuk Ahmat Rifai, Muhammad Bukhory alias Katak, dan seorang DPO bernama Yahya, melakukan penyerangan menggunakan senjata tajam jenis celurit dan balok kayu. Korban, Muhammad Zaini Ghoni (17), yang tidak terlibat dalam tawuran, menjadi sasaran salah kelompok tersebut. Ia mengalami luka serius akibat bacokan dan pukulan, hingga meninggal dunia di RSUD Husada Prima.
Visum et repertum menunjukkan korban mengalami luka parah di beberapa bagian tubuh akibat senjata tajam dan trauma tumpul, yang menjadi penyebab utama kematiannya.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim memicu reaksi kecewa dari Hadijah Asegaf, ibu korban. Ia menganggap hukuman tersebut tidak setimpal dengan nyawa anaknya yang hilang.
“Anak saya sudah meninggal dan tidak mungkin hidup kembali, sedangkan mereka (terdakwa) masih bisa melanjutkan hidup meski di penjara. Bahkan, keluarga terdakwa tidak pernah menyampaikan belasungkawa,” ucap Hadijah sambil
Kasus ini juga menjadi perhatian Siti Choiriyah, anggota Satgas Perlindungan Anak dan Perempuan Kelurahan Wonokusumo. Choiriyah menegaskan bahwa korban adalah anak baik yang tidak terlibat dalam kelompok gangster mana pun.
“Korban hanya sedang membeli obat ketika kejadian terjadi. Tawuran ini salah sasaran. Wilayah Wonokusumo memang rawan gangster, dan pemerintah serta masyarakat harus meningkatkan pengawasan dan keamanan,” ungkap Choiriyah.
Kedua terdakwa melalui kuasa hukum mereka menyatakan masih pikir-pikir atas putusan hakim. Hal serupa juga disampaikan JPU. Sementara itu, keluarga korban berharap hukuman yang lebih berat untuk kedua pelaku sebagai bentuk keadilan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat Surabaya tentang bahaya tawuran antar remaja yang dapat berujung pada tragedi.