Sugeng Korban Mafia Tanah divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya
LintasHukrim,Surabaya (14/11/24) Sugeng, terdakwa dalam kasus dugaan pengulangan penjualan tanah seluas 4.145 meter persegi di Perumahan Wiguna Nugraha Indah, dinyatakan bebas dari tuntutan pidana oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis (14/11/2024). Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya, yang memimpin sidang di ruang Kartika 2, menyatakan bahwa tindakan Sugeng tidak termasuk dalam tindak pidana, melainkan masuk dalam ranah perdata.
Dalam putusannya, hakim menyebut Sugeng terbebas dari segala tuntutan hukum serta memulihkan hak-haknya, termasuk kedudukan, harkat, dan martabatnya di depan hukum. Hakim juga mempertimbangkan bahwa Sugeng bertindak atas kepercayaan terhadap pernyataan Mohammad Zacharia, yang mengklaim bahwa tanah dengan sertifikat hak milik (SHM) Nomor 71 atas nama Atminah telah dibeli oleh Zacharia. Menurut hakim, dalam kasus ini yang lebih layak diminta pertanggungjawaban pidana adalah Mohammad Zacharia.
Meski begitu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Farida Hariani menyatakan ketidaksetujuannya terhadap putusan onslag tersebut. Ia menyampaikan niat untuk mengajukan kasasi dengan alasan bahwa bukti pemalsuan yang dilakukan Sugeng cukup kuat. Sebelumnya, JPU menuntut Sugeng dengan pidana penjara selama 3,5 tahun berdasarkan Pasal 266 Ayat (1) KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Alexander Arif, advokat sekaligus korban dalam kasus ini, juga menyuarakan kekecewaannya. Ia menilai putusan hakim tidak adil, mengingat unsur-unsur pidana dalam kasus ini telah terpenuhi. Arif menambahkan bahwa Sugeng sudah mengetahui tanah tersebut telah dijual oleh almarhum orang tuanya, namun tetap mengajukan keterangan tidak benar ke dalam dokumen resmi. Beberapa saksi juga memberikan keterangan yang memperkuat bahwa Sugeng telah diberi tahu bahwa tanah itu bukan lagi miliknya.
Kasus ini memberikan pelajaran penting bagi masyarakat tentang pentingnya memahami perbedaan antara ranah pidana dan perdata, khususnya dalam kasus sengketa tanah. Di sisi lain, masyarakat juga perlu berhati-hati dalam hal kepemilikan dan jual beli aset, khususnya tanah. Pastikan untuk memeriksa riwayat kepemilikan secara menyeluruh dan melibatkan ahli atau notaris dalam proses transaksi agar tidak terjadi konflik atau tuduhan hukum di kemudian hari. Memahami perbedaan antara kasus pidana dan perdata dapat membantu masyarakat dalam menempuh jalur hukum yang tepat sesuai permasalahan yang dihadapi.(Red).
Seusai persidangan , Ketua Tim Advokat Buruh Peduli Anak Negeri (TABUR PARI) mengindikasikan adanya permainan dalam pengambilan hak tanah yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk pejabat tinggi pada 1981. Dugaan rekayasa ini melibatkan mafia tanah serta aparat desa, carik desa, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memfasilitasi peralihan hak tanah dengan cara tidak sah. Ketua TABUR PARI menyatakan bahwa akta jual beli atau perikatan jual beli yang terbit dari kasus ini mengalami cacat formil karena tumpang tindih, sehingga ahli waris sebenarnya masih memiliki hak atas tanah tersebut secara perdata.i
“ni adalah cerminan hukum yang ada di PN Surabaya bahwa fakta hukum yang baru bisa dinikmati oleh orang orang yang tidak mampu” ucap Agus .
‘Fakta hukum yang selama ini tertutupi oleh batasan batasan kini sudah dijalankan oleh hakim dengan benar yang faktanya ini adalah perkara perdata bukan pidana” menutup Agus ketua tim Advokat Buruh Peduli Anak Negeri (TABUR PARI).