FatalitySerious Injury

Sopir Dituntut 54 Bulan, CV Kemulyaan Bungkam Soal Kecelakaan Maut pegawainya

Surabaya, LintasHukrim – Persidangan kasus kecelakaan maut yang menewaskan seorang wanita di depan pusat perbelanjaan BG Junction Surabaya kembali digelar dengan agenda pembacaan tuntutan.(17/9/25) Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla dari Kejaksaan Tanjung Perak menuntut terdakwa Suwanto sopir truk pengangkut sampah dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp6 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam keterangannya di persidangan, terdakwa mengakui bersalah dan lalai dalam mengemudikan kendaraan besar yang menabrak korban hingga meninggal dunia.

Berdasarkan keterangan keluarga korban dan rekaman CCTV, kecelakaan bermula saat korban yang mengendarai sepeda motor melaju lurus di jalur kiri tepat di depan BG Junction. Secara tiba-tiba, truk pengangkut sampah milik CV Kemulyaan yang sedang bermitra dengan pengelola Mall BG Junction, justru menekuk ke kiri dan menabrak korban. Alih-alih berhenti setelah menabrak, truk tersebut tetap melaju hingga menimbulkan dugaan adanya unsur kesengajaan.

“Dia langgar arus mas, harusnya lurus tapi langsung tekuk ke kiri, sementara adik saya posisi di sebelah kiri lurus. S,etelah menabrak, truk itu juga tidak mau berhenti tapi malah tetap melaju. Itu jelas terekam CCTV. Kami menduga ada unsur kesengajaan, apalagi truk itu juga tidak layak pakai,” ungkap Stefani Margareta, ST, SH, MH, kakak korban yang hadir didampingi kuasa hukumnya.

Stefani menyampaikan terima kasih kepada JPU atas tuntutan yang dinilai cukup tinggi, namun berharap majelis hakim menjatuhkan vonis maksimal. “Harapan kami hakim juga menjatuhkan hukuman yang setimpal, karena nyawa adik kami hilang akibat sopir yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Lebih jauh, ia juga melayangkan kritik keras terhadap CV Kemulyaan, perusahaan pemilik truk. “Sejak kejadian tidak pernah datang, apalagi minta maaf. Kami kecewa sekali. Kalau memang tidak ada tanggung jawab, kami siap menempuh jalur perdata terhadap CV Kemulyaan selaku bos dari terdakwa,” lanjut Stefani.

Selain itu, Stefani menyoroti persoalan santunan dari Jasa Raharja yang sulit diakses karena faktor administratif. “Pihak dari Jasa Raharja mendatangi rumah memberi penjelasan perihal santunan kecelakaan lalu lintas. Dalam penyampaian nya, yang berhak menerima santunan hanya orang tua, pasangan, atau anak. Sementara orang tua kami sudah meninggal, dan korban belum menikah dan tinggal bersama saya. Karena saya kakak kandung, katanya tidak berhak,” jelasnya dengan nada kecewa.

Seusai persidangan, media ini mencoba meminta klarifikasi kepada pemilik CV Kemulyaan. Namun jawaban yang diterima justru menambah kekecewaan. “Saya tidak bisa mikir mas,” ucapnya singkat sambil berlalu.

Berita Lainnya

Back to top button