Headline

Senpi, Kasbon Rp320 Juta, dan Jabatan Formalitas: Panasnya Sidang Gugatan Muhammad Ali vs PT Conblock

SURABAYA,LintasHukrim – Ruang sidang Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (21/8/2025), mendadak riuh ketika perkara sengketa kepemilikan senjata api Glock 43 kaliber 32 kembali diperdebatkan. Kasus ini mempertemukan Muhammad Ali, mantan karyawan yang mengaku pemilik sah senpi, melawan PT Conblock Indonesia Persada.

Suasana sempat tegang saat kuasa hukum Ali, Andi Darti, menolak gugatan rekonvensi dari pihak Tergugat II, Justini Hudaya. Namun Majelis Hakim punya pandangan lain. “Rekonvensi ini relevan karena senpi yang disengketakan disebut-sebut dibeli oleh Ibu Justini. Bukti-bukti mengarah ke sana,” kata hakim anggota Nurcholis, menepis keberatan penggugat.

Saksi dari pihak tergugat, Ivan Kristianto, Direktur Operasional PT Conblock, membeberkan versi perusahaan. Menurutnya, Ali bukan karyawan resmi, apalagi direktur. Surat keterangan jabatan hanya dibuat demi memuluskan izin kepemilikan senjata.
“Ali bilang tidak bisa urus izin senpi hanya dengan jabatan General Manager. Jadi dibuatlah surat direktur itu,” ujar Ivan.
Ia juga bersaksi pernah melihat senjata yang dibawa Ali ke kantor Maret 2024, bahkan ikut latihan menembak Agustus 2024 bersama Ali dan seorang staf bernama Wiwit. “Tapi senjata yang dipakai saat latihan berbeda dengan yang saya lihat sebelumnya. Waktu itu instrukturnya Pak Poli,” kata Ivan.

Keterangan Ivan diperkuat dengan dalih soal uang. Justini Hudaya disebut mengeluarkan dana kasbon Rp320 juta untuk pembelian senjata. Bahkan ada tambahan transfer Rp10,5 juta ke Ali untuk perpanjangan izin.
“Rencananya, setelah setahun senjata dialihkan ke saya sebagai PIC pengganti. Tapi itu tidak pernah terjadi, karena senjata tidak dikembalikan,” tegas Ivan.
Kuasa hukum PT Conblock, Nanang Abdi, ikut menuding ada kontradiksi. “Ali bilang ke Polda senpi dibeli dengan uang pribadi. Tapi di sidang ini terungkap permintaan dana dari Bu Justini hingga ratusan juta. Ada rekaman telepon juga, termasuk permintaan tambahan Rp300 juta,” kata Nanang.

Tak mau kalah, kuasa hukum Ali mengingatkan peraturan Kapolri: senjata api untuk bela diri hanya bisa dimiliki perorangan, bukan korporasi.
“Jadi atas dasar apa PT Conblock mengklaim senpi itu? Senpi bukan aset badan hukum. Izin keluar pun atas nama Muhammad Ali,” ujar Andi Darti.

Menutup persidangan, Majelis Hakim memberi analogi sederhana, membuat ruang sidang sedikit mencair. “Kalau SIM dibayar orang lain, tetap saja SIM itu atas nama pemegangnya. Begitu juga senpi. Kalau atas nama Ali, maka dia yang secara hukum berhak atasnya,” ucap Nurcholis.
Sidang ditutup dengan agenda lanjutan dua pekan mendatang, di mana saksi tambahan dari pihak tergugat akan kembali dihadirkan.

Kasus ini makin absurd: satu pihak bilang pistol itu properti perusahaan, pihak lain ngotot itu hak pribadi. Ada aliran dana misterius, jabatan direktur “sulap,” sampai hakim yang bikin perbandingan dengan SIM. Tinggal tunggu apakah dua pekan lagi ada “plot twist” baru.

 

Berita Lainnya

Back to top button