HeadlineHukum & Kriminal

Security PN Surabaya: Titipan Uang Rp 35 Juta dari Pengacara Ronald Tannur  

LintasHukrim-Jakarta, Skandal suap di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali mencoreng wajah peradilan Indonesia. Sepyoni Nur Khalida, seorang sekuriti PN Surabaya, dalam persidangan mengungkap peran Lisa Rachmat, pengacara Gregorius Ronald Tannur, dalam mengatur aliran uang untuk memengaruhi hakim dan pegawai PN Surabaya.

Sepyoni mengaku pernah menerima titipan uang sebesar Rp 35 juta dari Lisa Rachmat setelah putusan bebas Ronald Tannur dibacakan. “Bu Lisa transfer ke rekening saya, katanya untuk tanda terima kasih. Awalnya Rp 10 juta untuk saya, lalu Rp 25 juta untuk dibagikan ke Panitera Muda dan staf lainnya,” ujar Sepyoni di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Selasa (21/1/2025).

Menurutnya, Lisa juga meminta bantuan untuk dipertemukan dengan Ketua PN Surabaya, Rudy Suparmono, dan hakim Heru Hanindyo. Namun, upaya tersebut tidak berjalan mulus karena pejabat pengadilan sedang sibuk.

Kasus ini bermula dari upaya ibu Ronald, Meirizka Widjaja, yang menunjuk Lisa Rachmat untuk memastikan anaknya mendapat vonis bebas atas kasus pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Jaksa Penuntut Umum mengungkap bahwa ketiga hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) untuk membebaskan Ronald.

“Peran Lisa sebagai perantara suap jelas terlihat, bahkan hingga ke pengaturan siapa yang menjadi Panitera Pengganti dalam perkara Ronald Tannur,” tegas JPU dalam persidangan.

Lebih lanjut, Sepyoni mengatakan bahwa uang titipan Lisa untuk Siswanto, Panitera Pengganti, ditolak mentah-mentah dan masih ia simpan hingga kini. “Pak Siswanto hanya memberi isyarat tangan menolak. Duitnya masih di rumah, dipegang istri saya,” jelasnya.

Kini, jaksa telah mengajukan kasasi, dan Mahkamah Agung telah membatalkan vonis bebas Ronald Tannur. Namun, pengungkapan kasus ini membuka borok dalam sistem peradilan yang diduga telah lama dipenuhi praktik mafia hukum.

Kasus ini menyeret nama-nama besar, termasuk mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar, yang diduga menjadi perantara dalam mengatur hakim di PN Surabaya. Pengungkapan kasus ini menjadi sinyal keras bahwa reformasi di tubuh lembaga peradilan adalah kebutuhan mendesak.

“Pengadilan adalah benteng terakhir keadilan, tapi kasus ini menunjukkan justru ada oknum yang menghancurkannya dari dalam,” kata seorang pengamat hukum yang enggan disebutkan namanya.

Jaksa kini menuntut pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat, termasuk hakim dan pengacara, demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.

 

Berita Lainnya

Back to top button