Hukum & Kriminal

Putri Natasya Dituntut 11 Tahun Penjara atas Pembunuhan Kakak Kandungnya

Surabaya,LintasHukrim- (10/2/25).Pengadilan Negeri Surabaya menggelar sidang terbuka dengan agenda pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Putri Natasya, yang didakwa atas kasus pembunuhan kakak kandungnya, Sandra Devita. Dalam sidang yang berlangsung di Ruang Kartika 1, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 11 tahun penjara.

Berdasarkan dakwaan JPU, peristiwa tragis ini terjadi pada Senin, 29 Juli 2024, sekitar pukul 08.00 WIB di kontrakan korban yang berlokasi di Jalan Taman Darmo Indah Selatan III, Surabaya. Putri Natasya, yang merupakan adik kandung korban, diduga dengan sengaja menghabisi nyawa kakaknya akibat konflik keluarga yang berkepanjangan.

Sebelumnya, hubungan antara korban dan keluarganya, termasuk ibu kandungnya Surya Erni serta adik laki-lakinya Yonathan Eldhi Santoso, dikabarkan kurang harmonis. Pada Februari 2024, Putri bersama ibunya dan adiknya memutuskan meninggalkan kontrakan dan pindah ke Jalan Banjar Sugihan, Surabaya, tanpa lagi berkomunikasi dengan korban.

Namun, pada 28 Juli 2024, terdakwa kembali ke kontrakan korban dengan alasan ingin mengklarifikasi suatu masalah keuangan yang melibatkan tempat kerjanya di PT. Samudra Lintas Timur. Malam itu, sekitar pukul 23.30 WIB, terdakwa keluar rumah dan memesan ojek online melalui aplikasi Indrive untuk menuju kontrakan korban.

Terdakwa tiba di lokasi sekitar pukul 02.26 WIB dan menunggu di depan rumah hingga pagi hari. Sekitar pukul 06.45 WIB, saat korban membuka pintu, terdakwa langsung masuk dan terjadi percekcokan sengit. Dalam pertengkaran itu, korban sempat mengambil pisau dapur dan menantang terdakwa.

Situasi semakin memanas hingga akhirnya terdakwa mencekik korban, membantingnya ke dinding, dan menindihnya hingga kehabisan napas. Setelah memastikan korban tidak bergerak, terdakwa mencoba menyamarkan kejadian dengan menggantung korban menggunakan kabel HDMI, seolah-olah korban bunuh diri.

Setelah itu, terdakwa mengambil handphone korban merek Samsung F13 beserta dusnya, memasukkan jaketnya ke dalam tas, dan meninggalkan kontrakan. Sekitar pukul 09.03 WIB, CCTV di sekitar lokasi menangkap rekaman terdakwa berjalan meninggalkan rumah korban. Handphone korban kemudian dijual di WTC Surabaya dengan harga Rp5 juta untuk kepentingan pribadi terdakwa.

Jenazah korban baru ditemukan sehari kemudian, pada 30 Juli 2024 pukul 14.30 WIB, oleh Budi Hardjo, Septa Eka Pratama, dan Cahyo Hadi, yang merupakan satpam perumahan setempat. Mereka curiga karena pintu kontrakan terbuka sementara motor korban masih terparkir di halaman.

Hasil visum et repertum yang dilakukan oleh dr. Abdul Aziz, Sp.FM di RSUD Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa korban mengalami luka-luka akibat kekerasan tumpul, termasuk luka lecet dan memar di wajah, kepala, serta leher. Penyebab utama kematian adalah pendarahan otak akibat benturan keras, yang mengakibatkan pembengkakan otak dan menekan pusat pernapasan korban.

Sementara itu, hasil analisis DNA yang dilakukan oleh Prof. Dr. Ahmad Yudianto, Sp.FM dari Universitas Airlangga mengonfirmasi adanya DNA korban pada kabel HDMI yang digunakan terdakwa untuk menggantung tubuh korban.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, JPU menuntut terdakwa Putri Natasya dengan hukuman 11 tahun penjara atas tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Sidang selanjutnya akan memasuki agenda pembelaan dari terdakwa yang dijadwalkan dalam waktu dekat. Pengacara terdakwa kemungkinan akan mengajukan pleidoi dengan alasan pembelaan diri, mengingat dalam perselisihan korban sempat memegang senjata tajam.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan hubungan kakak-beradik dalam tragedi berdarah yang berujung pada proses hukum.

Berita Lainnya

Back to top button