Pelapor diduga Rekayasa Laporan, Bukti Proyek dan Pembayaran Dikesampingkan

Surabaya,LintasHukrim– Persidangan kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Anthony Wisanto kembali memanas. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla dari Kejari Tanjung Perak menuntut Anthony dengan pidana 1 tahun 10 bulan penjara. Namun, tim pembela terdakwa menuding jaksa mengabaikan bukti proyek dan pembayaran yang semestinya meringankan posisi klien mereka.
Lesli Panda, pengacara Anthony, menyatakan bahwa jaksa mengesampingkan kesaksian yang justru mengonfirmasi keberadaan proyek pembangunan pasar yang dikerjakan kliennya. “Proyek itu nyata. Saksi Stevent Nyoo yang dihadirkan jaksa sendiri menyatakan Anthony hanya mengerjakan bagian struktur baja. Saksi lain, Donny, bahkan mengonfirmasi adanya pengiriman barang-barang proyek,” ujar Lesli usai sidang di PN Surabaya, Selasa (23/9/2025).
Lesli menambahkan, beberapa saksi lain juga memperkuat fakta bahwa proyek tersebut berjalan. Hajar menyebut adanya kerja sama dengan Anthony, sementara saksi Jalbiah mengaku sebagai pengelola proyek yang mendapat kepercayaan penuh dari pemilik tender. “Bahkan barang-barang sudah sampai sebelum pembayaran lunas. Jadi jelas tidak ada tipu muslihat seperti yang dituduhkan,” tegasnya.
Tak hanya soal proyek, Lesli juga menyoroti aliran dana yang tidak diakomodir jaksa dalam tuntutannya. “Anthony telah membayar lebih dari Rp1 miliar, termasuk penyerahan apartemen senilai Rp295 juta. Itu artinya lebih dari separuh modal pelapor Rp1,9 miliar sudah dikembalikan,” ucapnya.
Namun, fakta pembayaran itu sama sekali tidak tercantum dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa. “Kami menyesalkan hal tersebut. Hakim juga sudah menyinggung soal penyerahan apartemen pada Januari, sementara laporan baru dibuat Februari. Fakta ini seolah ditutup-tutupi,” lanjut Lesli.
Tim pembela menilai bahwa perkara ini lebih tepat dikategorikan sebagai wanprestasi atau perdata, bukan pidana. “Anthony dikriminalisasi sejak penahanan badan dilakukan. Apalagi, dalam BAP tidak ada kesempatan bagi terdakwa untuk menghadirkan bukti pembelaannya. Seluruh bukti yang dilimpahkan ke pengadilan murni berasal dari pelapor, tidak ada satu pun dari pihak Anthony,” jelasnya.
Menurut Lesli, kondisi itu jelas merugikan kliennya dan menggerus prinsip keadilan. “Kami yakin ini bukan kasus pidana, melainkan soal keterlambatan pembayaran yang seharusnya diselesaikan secara perdata. Semoga hakim menimbang fakta persidangan ini secara objektif,” tutupnya.
Dalam dakwaan disebutkan Anthony menawarkan proyek fiktif kepada Calvin Winata. Namun, sejumlah saksi justru menegaskan proyek yang dipersoalkan itu nyata adanya. Kesaksian dari Bombana memperkuat hal itu. Ir. Andi Kamal, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek RSUD Bombana, hadir secara daring bersama Jalbiah. Mereka menegaskan Anthony memang pernah menjadi penyedia material baja, bukan hanya di RSUD Bombana, tapi juga di Pasar Lemo. Nilainya mencapai Rp29 miliar dan proyeknya selesai seratus persen.
Keterangan tersebut sejalan dengan saksi lain, yakni Stevent Nyoo dan Donny Sinatra, yang mengaku ikut mengawasi sekaligus memasok material. Dalam persidangan juga terungkap bahwa Calvin sempat menerima pembayaran serta satu unit apartemen, meski kemudian melapor karena merasa ada kekurangan.
Anthony dalam keterangannya di persidangan mengakui masih ada pembayaran yang belum dilunasi kepada Calvin. Namun, menurutnya, hal tersebut sudah dibicarakan bersama pelapor walau tidak pernah dituangkan dalam bentuk tertulis. Ia menegaskan kerja sama bisnis sejak awal hanya didasari kepercayaan tanpa perjanjian resmi mengenai pembagian hasil.
Selain itu, kuasa hukum mengungkap adanya upaya perdamaian. Ia menyebut Calvin sempat meminta Rp2,9 miliar agar laporan dicabut, lalu turun menjadi Rp2,4 miliar. Anthony mengaku hanya mampu Rp1 miliar, namun tetap sudah mengembalikan Rp1,4 miliar dan memberikan satu unit apartemen. Ia juga menyinggung adanya utang pribadi Calvin sekitar Rp1,4 miliar dalam usaha karaoke D’Star yang dikelola bersama.





