HeadlineNasional

Panglima GRIB Jatim HM Rosadin SH MH Lawan Mafia Tanah, Gagalkan Ekskusi Pengosongan Rumah Pahlawan Komodor Yos Sudarso

Surabaya, LintasHukrim – Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memutuskan untuk menunda eksekusi pengosongan rumah di Jalan Dr Soetomo No. 55, Surabaya, pada Kamis (27/2/2025). Keputusan ini diambil setelah ratusan massa melakukan aksi protes menolak penggusuran rumah tersebut.

Juru Sita PN Surabaya, Darwanto, tiba di lokasi sekitar pukul 10.00 WIB dan langsung dihadapkan dengan gelombang protes dari massa aksi. Di hadapan para pengunjuk rasa, ia mengumumkan bahwa eksekusi ditunda.

“Melihat situasi dan kondisi saat ini, serta rekomendasi surat dari Polrestabes Surabaya, eksekusi pada hari ini ditunda,” ujar Darwanto di tengah kerumunan.

Mendengar pengumuman tersebut, massa aksi langsung menyuarakan tuntutan mereka. Seruan “batal” menggema di lokasi sebagai bentuk penolakan atas eksekusi yang hanya ditunda, bukan dibatalkan sepenuhnya. Meski keputusan yang diambil tidak sepenuhnya memenuhi harapan mereka, massa mengakhiri aksi dengan tertib tanpa insiden anarkis.

Eksekusi rumah yang kini menjadi sorotan publik melibatkan keluarga Tri Kumala Dewi, seorang anggota keluarga TNI AL yang telah menempati rumah tersebut sejak 1963. Rosadin, Panglima sekaligus pengacara Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jatim, menjelaskan bahwa rumah tersebut awalnya diberikan sebagai hadiah oleh ayah Tri, Laksamana Soebroto Joedono, yang merupakan Panglima Armada Nusantara.

“Rumah ini telah ditinggali oleh keluarga Ibu Tri sejak 1963 dengan surat izin. Kemudian, rumah ini dibeli secara lunas pada tahun 1972 dengan harga sekitar Rp400 juta saat itu,” terang Rosadin.

Namun, pada 1991, muncul gugatan dari Hamzah Tedjakusuma yang mengklaim kepemilikan rumah tersebut dengan dasar sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 651/Kelurahan Soetomo. Setelah melewati proses hukum, pada 1997 gugatan tersebut dimenangkan oleh Tri karena masa berlaku HGB yang dijadikan bukti telah habis sejak 1980.

Sengketa berlanjut ketika Rudiantoro, yang membeli surat tanah dari istri Hamzah pada 2008, kembali menggugat Tri. Meski kembali dimenangkan oleh Tri pada 2010, kasus ini tak kunjung berakhir. Pada 2013, Rudiantoro justru dinyatakan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) setelah terungkap adanya dugaan pemalsuan dokumen terkait kepemilikan tanah tersebut.

Meski berstatus buron, Rudiantoro masih sempat menjual surat tanah kepada Handoko Wibisono pada 2016. Transaksi inilah yang memicu dugaan keterlibatan mafia tanah dalam kasus ini.

Setelah mendapatkan surat tanah dari Rudiantoro, Handoko kembali mengajukan gugatan terhadap Tri pada tahun yang sama. Kali ini, pengadilan justru memenangkan Handoko dan menetapkan Tri harus membayar ganti rugi sebesar Rp5,4 miliar.

Rosadin menilai keputusan ini sangat janggal, mengingat kepemilikan Handoko atas tanah tersebut berasal dari transaksi yang melibatkan tersangka kasus pemalsuan dokumen.
“Handoko dilaporkan ke Bareskrim pada September 2024. Kami menduga eksekusi ini dilakukan dengan terburu-buru karena pihak-pihak yang terlibat tahu bahwa kasus ini akan naik ke tahap penyidikan,” ujar Rosadin.

Dalam aksi penolakan eksekusi, GRIB Jatim menggandeng berbagai elemen masyarakat, termasuk Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), dan Forum Komunikasi Putra-Putri Angkatan Laut (FKPPAL).

Ketua MAKI Korwil Jatim, Heru Satrio, menegaskan bahwa pihaknya telah melayangkan surat ke Komisi III DPR RI, Komnas HAM, serta Komisi Yudisial untuk mengusut dugaan keterlibatan mafia tanah dalam perkara ini.

“Kami sudah mengirimkan surat ke Komisi III DPR dan Komnas HAM untuk meminta peninjauan ulang atas kasus ini. Selain itu, kami juga meminta pemeriksaan terhadap tiga hakim yang memenangkan gugatan Handoko,” tegas Heru.

Rosadin, Panglima GRIB Bidang Hukum Jawa Timur, menyatakan bahwa eksekusi hari ini ditunda dengan harapan eksekusi ditiadakan.

“Hari ini tidak ada pelaksanaan eksekusi, ditunda dengan harapan eksekusi ditiadakan,” ucap Rosadin.

Ia menambahkan, “Siapapun yang melakukan perbuatan melawan hukum, mafia tanah akan berhadapan dengan GRIB Jawa Timur.”

Rosadin juga berharap Handoko Wibisono segera mengupayakan perdamaian dengan berbagai pihak.

“Kami pastikan akan mengawal dan mengupayakan agar pelaku mafia tanah masuk penjara,” tegasnya.

Selain itu, Rosadin menyoroti peran notaris dalam kasus ini.
“Saat ini ada proses laporan ke Bareskrim Polri terkait notaris yang terlibat. Kami akan terus mengawal proses ini,” imbuhnya.

Rosadin menegaskan bahwa GRIB hadir untuk membela rakyat kecil yang menjadi korban ketidakadilan.

“GRIB hadir membela wong cilik atas apapun yang menjadi korban ketidakadilan dari berbagai aspek,” tutupnya.

Dengan status hukum yang masih bergulir, GRIB Jatim dan elemen masyarakat lainnya berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum yang berpihak pada keadilan. Mereka juga mendesak Komisi Yudisial untuk memeriksa majelis hakim yang menangani perkara ini serta mengusut dugaan keterlibatan mafia tanah.

Keputusan PN Surabaya untuk menunda eksekusi menjadi momentum bagi para aktivis dan masyarakat untuk terus menekan pihak terkait agar kasus ini diselesaikan secara transparan dan adil. Masyarakat diminta untuk tetap memantau dan mengawal jalannya proses hukum, agar tidak ada lagi praktik mafia tanah yang merugikan rakyat kecil.(JuanArief)

Berita Lainnya

Back to top button