Hukum & KriminalNasional

Nasabah Bank BRI Gugat Lelang Aset, Eksekusi Dinilai Tidak Transparan

Surabaya, LintasHukrim – (19/2/25) Lukman Ibrahim, seorang nasabah Bank BRI, menggugat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Jemursari, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surabaya, serta seorang notaris atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam proses lelang aset miliknya. Gugatan tersebut telah terdaftar di Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Perkara 40/Pdt.G/2025/PN Sby pada 9 Januari 2025.

Melalui kuasa hukumnya, Dwi Heri Mustika, S.H., M.H., Lukman menyatakan bahwa proses lelang dilakukan tanpa transparansi, meskipun ia telah mengajukan permohonan pemblokiran aset pada 2 Desember 2024. Namun, aset berupa rumah yang berlokasi di Jalan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya, tetap dilelang, dan sertifikat hak milik (SHM) beralih ke nama pemenang lelang.

“Klien kami merasa dirugikan karena tidak ada pemberitahuan yang memadai serta adanya indikasi penyimpangan dalam proses lelang. Kami menduga telah terjadi pelanggaran terhadap prinsip kepastian hukum dan keadilan dalam eksekusi lelang ini,” ujar Dwi Heri dalam keterangannya usai menghadiri panggilan aanmaning di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (19/2/2025).

Kasus ini bermula ketika Lukman menerima Surat Peringatan ke-3 dari Bank BRI pada 28 Agustus 2023 terkait tunggakan kreditnya. Kemudian, berdasarkan Surat Pemberitahuan Laku Lelang Nomor B.3237/BO-IX/ADK/10/2024 tertanggal 23 Oktober 2024, KPKNL Surabaya mengumumkan rencana pelelangan aset tersebut.

Lukman mengklaim masih memiliki itikad baik untuk melunasi utangnya dengan tetap melakukan pembayaran angsuran antara Rp5 juta hingga Rp7 juta per bulan, meskipun kondisi ekonominya sulit. Selain itu, ia mempertanyakan nilai limit lelang yang ditetapkan, yang menurutnya jauh di bawah harga pasar.

“Properti saya memiliki nilai hak tanggungan sebesar Rp2,4 miliar, tetapi dilelang hanya seharga Rp600 juta. Ini sangat merugikan dan bertentangan dengan asas kewajaran dalam lelang,” ungkap Lukman.

Sementara itu, Kantor Pertanahan Surabaya I dalam jawabannya tertanggal 13 Desember 2024 menyatakan bahwa SHM Nomor 3095 tidak memiliki catatan blokir dan tidak sedang dalam sengketa. Pernyataan ini bertolak belakang dengan klaim Lukman yang menyatakan telah mengajukan pemblokiran aset pada 2 Desember 2024.

Dalam gugatan PMH ini, Lukman menuntut agar Pengadilan Negeri Surabaya:

Menyatakan proses lelang tidak sah karena adanya pelanggaran administratif dan indikasi penyimpangan hukum. Membatalkan peralihan hak atas SHM Nomor 3095 ke nama pemenang lelang, Lu’Lu’ul Ilmiyah. Menghentikan proses eksekusi lelang hingga perkara ini memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Menetapkan ganti rugi atas kerugian yang dialami akibat lelang yang dinilai tidak adil.

“Sampai saat ini, saya masih membayar angsuran tanpa menunggu tagihan, tetapi nilai hutang saya tetap tidak berkurang,” ujar Lukman.

“Saya merasa dirugikan sebagai nasabah. Nama saya menjadi buruk di bank, padahal saya beritikad baik untuk menyelesaikan dan menebus kembali aset itu kepada pihak pemenang lelang, namun tidak ada tanggapan,” tambahnya.

Proses lelang eksekusi yang dilakukan oleh bank dan KPKNL harus mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang mengatur bahwa eksekusi jaminan harus dilakukan dengan tetap memperhatikan hak debitur. Selain itu, mekanisme lelang juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang mewajibkan transparansi dalam penetapan harga limit dan pemberitahuan kepada pihak terkait.

Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut hak debitur dalam menghadapi kebijakan bank yang dinilai merugikan. Putusan dalam perkara ini dapat menjadi preseden bagi kasus-kasus serupa di Indonesia, khususnya dalam praktik lelang eksekusi aset oleh perbankan.

 

 

Berita Lainnya

Back to top button