Mengaku sebagai Slamet Bagio, Terdakwa Sun Hermawan Beberkan Skenario Tipu Investor

Surabaya, Lintas Hukrim (6/5/25)
Pengadilan Negeri Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan dalam perkara dugaan penipuan proyek fiktif pengangkutan tiang pancang beton yang mengakibatkan kerugian lebih dari Rp100 miliar bagi PT Bima Sempaja Abadi (BSA). Sidang yang berlangsung terbuka untuk umum ini digelar di ruang Cakra dengan agenda pemeriksaan keterangan empat terdakwa, yakni Anita, Ponidi, Pandega Agung, dan Slamet Bagio alias Sun Hermawan. Jaksa Penuntut Umum Estik Dilla dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak bertindak dalam persidangan tersebut.
Terdakwa I: Anita – Direktur Utama ‘di atas kertas’
Dalam keterangannya, terdakwa Anita mengaku hanya pegawai bagian administrasi di PT Arthamas yang kemudian dijadikan Direktur Utama sejak 2016 atas penunjukan sepihak oleh Ponidi. Ia mengaku tidak memahami fungsi direktur, tidak terlibat dalam pengelolaan usaha pengangkutan beton, dan hanya mengikuti perintah Ponidi. Ia juga mengaku pernah disuruh menandatangani kontrak kerjasama dengan beberapa investor tanpa mengetahui isi kontrak.
Anita mengungkapkan bahwa aliran dana dari PT BSA dikirim ke CV Adil, lalu ke PT Arthamas, dan akhirnya ke PT milik Slamet Bagio alias Sun Hermawan. “Semua yang mengatur keuangan itu Ponidi, saya tidak tahu soal pemotongan dana atau laporan keuntungan,” ujar Anita. Ia juga menyatakan bahwa proyek pengangkutan beton ini tidak memiliki perjanjian tertulis, hanya bersifat lisan, dan ia pernah menandatangani empat kontrak yang tak dipahaminya.
Terdakwa 2 Ponidi, Komisaris PT Arthamas, mengakui bahwa dirinya yang menjalankan perusahaan, mencari investor, dan mengenalkan Sun Hermawan sebagai pihak yang memiliki kontrak pengangkutan dengan PT Varia Usaha Beton. Ia menyebut meyakinkan investor melalui kunjungan ke area Varia Usaha (meski tidak masuk ke kantor utama), serta menggunakan nama Sun Hermawan sebagai pihak terpercaya.
Menurut Ponidi, tidak ada SOP, kontrak resmi, ataupun legalitas dalam skema kerjasama tersebut. Ia mengakui menggunakan CV Adil atas permintaan Ghani sebagai perantara aliran dana investor, dan pembagian keuntungan dilakukan 10% untuk investor, 10% untuk tim (termasuk dirinya, Sun Hermawan, Ghani, dan Pandega), serta 5% untuk tim Varia Usaha. Ia juga menyebut surat jalan dikeluarkan oleh PT SPS, lalu dikirim ke Pandega dan diteruskan ke PT Arthamas.
Pandega Agung, Direktur CV Adil, mengaku pernah bekerja sama dengan Ponidi sejak 2016. Ia juga pernah menjadi investor dengan pembagian keuntungan 10% melalui PT Pattaya. Ketika Indolink tak lagi digunakan sebagai perantara investasi, Umar Ghani meminta Pandega memakai nama CV Adil sebagai pengganti, dengan skema aliran dana dan fee yang telah disepakati bersama Ponidi.
Pandega mengaku hanya bertugas meneruskan laporan dari data yang diberikan Ponidi. Ia menyebut pernah mendapat data harian dari seseorang yang mengaku Sun Hermawan, namun kemudian mengklarifikasi bahwa orang itu bukanlah yang ia kenal sebagai Sun Hermawan. Ia tidak pernah menyaksikan langsung kegiatan pengangkutan dan hanya mendapatkan informasi dari Ponidi. “Saya hanya melaporkan data yang diberikan Ponidi, tidak tahu soal teknis lapangan,” ucap Pandega.
Pandega juga menyatakan bahwa semua pembayaran dari VOB ke vendor dilakukan via transfer, dan dirinya sempat ingin melihat lokasi pemuatan tetapi tidak diperbolehkan oleh Ponidi karena alasan tidak mendapat izin dari Slamet Bagio.
Terdakwa IV: Slamet Bagio alias Sun Hermawan, pada kesaksiannya.
Terdakwa Slamet Bagio alias Sun Hermawan mengungkap peran sentralnya dalam skema manipulatif tersebut. Di hadapan majelis hakim, Sun secara gamblang mengakui bahwa proyek pengangkutan beton yang disebut-sebut melibatkan PT. Varia Usaha Beton (VOB) sejatinya tidak pernah ada.
Lebih mengejutkan, Sun mengaku diminta menyamar sebagai Slamet Bagio—nama yang dikenal sebagai direktur operasional VOB—demi meyakinkan investor dari PT. Bima Sempaja Abadi (BSA). “Kalau tidak ada Slamet Bagio, ya tidak usah pisan,” ujar Sun, menirukan ucapan Ponidi, terdakwa lain yang diduga menjadi penghubung utama dalam skema ini.
Dalam pengakuannya, Sun menyebut bahwa dana investor hanya “diputar-putar” tanpa pernah digunakan untuk realisasi proyek. Ia juga menyebut mengalami tekanan finansial dan menggunakan skema gali lubang tutup lubang hingga akhirnya melarikan diri ke Pacitan. Tak hanya itu, ia mengakui pernah mengatur kunjungan ke pabrik VOB di Gresik sebagai bagian dari sandiwara besar untuk meyakinkan korban.
Kesaksian Sun semakin menegaskan bahwa proyek ini dirancang untuk menipu investor secara sistematis, dengan menggunakan nama-nama perusahaan ternama dan identitas palsu demi mengelabui korban.
Seusai persidangan .
Tim kuasa hukum Terdakwa Pandega Agung dari HK Law Firm menegaskan menegaskan bahwa kliennya, dalam perjanjian yang dibuat bersama PT. BSA, sejak awal kedua belah pihak telah sepakat bahwa kerja sama tersebut tidak dijalankan. Hal ini juga telah diakui dalam persidangan oleh saksi korban Hardian dari PT. BSA, yang menyatakan bahwa sejak awal sudah mengetahui CV. Adil tidak memiliki armada.
Tugas CV. Adil dalam kerja sama tersebut adalah sebagaimana dijelaskan oleh Omarghani, yaitu sama seperti peran PT. Indolink, yakni melaporkan pemuatan yang datanya diperoleh dari Ponidi. Niat Terdakwa Pandega Agung bersedia bekerja sama adalah untuk bekerja secara profesional, sehingga wajar bila menerima fee yang besarnya juga proporsional, yakni sebesar 1%.
Terdakwa Pandega Agung, sebelum menerima tawaran kerja sama, telah melakukan penelitian mendalam apakah benar ada kerja sama antara PT. Arthamas dengan PT. VUB. Faktanya, Ponidi memberikan bukti kepada Terdakwa Pandega Agung yang ditunjukkan dalam persidangan, yaitu Berita Acara Serah Terima pekerjaan dari PT. VUB kepada Ponidi. Untuk lebih meyakinkan, Pandega Agung juga diajak oleh Ponidi melakukan survei ke tempat pemuatan milik PT. VUB di Pelabuhan Gresik dan gudang PT. VUB.
Selain itu, Pandega Agung juga pernah menjadi investor. Pada saat diajak kerja sama, sudah ada investor yang terlebih dahulu bergabung, yaitu PT. Wisantra dan EUSU. Hal-hal tersebutlah yang membuat Terdakwa Pandega Agung yakin untuk bekerja sama.
Setelah kerja sama berjalan, seluruh proses terkait PT. BSA disiapkan oleh Omarghani, termasuk draf perjanjian, skema pembayaran, dan fee, dengan menggunakan nama CV. Adil. Ironisnya, Omarghani tidak pernah diperiksa oleh penyidik maupun dihadirkan dalam persidangan.
Tim kuasa hukum menegaskan bahwa kliennya bukan pelaku tindak kejahatan, melainkan juga merupakan korban dalam perkara ini. Perjanjian yang dibuat dengan PT. BSA tidak mengandung tipu muslihat atau hal-hal yang disembunyikan. Jika isi perjanjian tidak dijalankan, hal itu karena memang PT. BSA telah menyepakati demikian sejak awal.
Terbukti pula bahwa ketika PT. BSA mengajukan gugatan perdata, dalam putusan pengadilan dinyatakan bahwa Terdakwa Pandega Agung bukan pihak yang wanprestasi dan tidak dijatuhi kewajiban untuk membayar utang kepada PT. BSA.