Komisaris CV. Kraton Resto Group Effendi Pudjihartono Didakwa Penipuan Rp 998 Juta, Pengacara Sebut Dakwaan Kabur dan Cacat Formil

LintasHukrim-Surabaya, Sidang kasus dugaan penipuan dan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik yang melibatkan Effendi Pudjihartono, Komisaris CV. Kraton Resto Group, digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (20/1/2025). Sidang yang berlangsung di Ruang Kartika 2 ini mengagendakan pembacaan eksepsi oleh tim kuasa hukum terdakwa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska dari Kejaksaan Negeri Surabaya hadir mewakili penuntut.
Effendi didakwa menyebabkan kerugian sebesar Rp 998 juta kepada mitranya, Ellen Sulityo. Dalam dakwaannya, JPU mengungkapkan bahwa Effendi mengklaim memiliki hak sewa lahan di Jalan Dr. Sutomo No. 130, Surabaya, hingga tahun 2047. Namun, fakta sebenarnya, hak sewa tersebut hanya berlaku hingga September 2022 dan memerlukan perpanjangan lima tahunan dengan persetujuan Kodam V/Brawijaya.
“Pada Juli 2022, terdakwa menyampaikan informasi yang tidak sesuai fakta dan mengajak Ellen Sulityo bekerja sama membuka restoran di lokasi tersebut. Akta perjanjian pengelolaan ditandatangani di hadapan Notaris Ferry Gunawan pada 27 Juli 2022,” kata JPU dalam pembacaan dakwaan.
Ellen mengeluarkan biaya sebesar Rp 998 juta untuk renovasi, operasional, dan pembayaran langsung kepada Effendi. Namun, pada Mei 2023, Kodam V/Brawijaya menyatakan bahwa lahan tersebut telah dikembalikan kepada negara, sehingga restoran tidak dapat beroperasi.
Dalam eksepsinya, kuasa hukum Effendi menilai dakwaan JPU kabur (obscuur libel) dan cacat formil. Mereka menyebutkan bahwa dakwaan menggunakan format alternatif, yakni Pasal 266 ayat (1) KUHP tentang keterangan palsu dalam akta otentik dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, yang menunjukkan ketidakyakinan JPU atas perbuatan terdakwa.
“Surat dakwaan JPU sangat tidak jelas dan bertolak belakang dalam menguraikan unsur-unsur pidana. Ini menciptakan ketidakpastian hukum, terlebih kasus ini lebih relevan untuk diuji dalam ranah perdata terkait keabsahan perjanjian,” ujar salah satu anggota tim kuasa hukum.
Pengacara juga menegaskan bahwa pembuktian dalam hukum pidana harus lebih terang daripada cahaya (in criminalibus probationes bedent esse luce clariores), namun JPU tidak menyampaikan fakta dan alat bukti secara terang dan utuh.
“Perjanjian yang menjadi dasar tuduhan ini perlu diuji keabsahannya terlebih dahulu di ranah perdata, khususnya terkait Pasal 1328 KUHPerdata tentang cacat kehendak. Kami meminta majelis hakim untuk menunda pemeriksaan perkara pidana ini hingga ada putusan yang berkekuatan hukum tetap di pengadilan perdata,” tambahnya.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.