Kesaksian Lemah, Posisi Johan Gotama di Sidang Kian Tertekan

LlintasHukrim, (8/01/25), Sidang kasus dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 167 ayat (1) KUHP dengan terdakwa H. Johan Gotama, S.E., bin (alm) Abdul Salam kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya. Agenda sidang kali ini menghadirkan dua saksi meringankan, yakni Agus, seorang petugas keamanan komplek, dan Rustiyatul, istri terdakwa.
Dalam persidangan, saksi Agus menyebutkan bahwa terdakwa Johan Gotama telah menempati rumah di Jalan Pandugosari X-6, Rungkut, Surabaya, sejak awal dirinya bekerja sebagai petugas keamanan hampir 10 tahun lalu. Agus mengaku pernah mendengar cerita dari terdakwa bahwa rumah tersebut hendak direbut orang lain.
Namun, saat diminta majelis hakim untuk memberikan bukti atau penjelasan rinci, Agus tidak mampu menjelaskan lebih jauh dan hanya terdiam. Hakim berkali-kali menanyakan dasar keterangan yang disampaikan, tetapi saksi tetap tidak dapat memberikan penjelasan atau dokumen pendukung.
Saksi kedua, Rustiyatul, istri terdakwa, juga dihadirkan untuk memberikan keterangan. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla dari Kejari Tanjung Perak keberatan karena saksi memiliki hubungan keluarga dengan terdakwa. Majelis hakim mengizinkan Rustiyatul memberikan keterangan tanpa disumpah.
Rustiyatul mengungkapkan bahwa permasalahan rumah tersebut bermula dari perjanjian utang dengan jaminan sertifikat rumah pada tahun 2019. Menurutnya, ia bersama terdakwa meminjam uang sebesar Rp700 juta dari Lie Andry Setyadarma, dengan janji pengembalian Rp900 juta dalam waktu satu tahun. Perjanjian tersebut dilakukan di hadapan notaris Ardyan Pramono Wignjodigdo, S.H., M.Kn.
Rustiyatul menyatakan bahwa ia menandatangani dokumen yang disodorkan tanpa membaca isinya secara rinci. Setelah dana ditransfer oleh Lie Andry, sertifikat rumah itu beralih nama menjadi atas nama Lie Andry. “Kami tidak tahu bahwa perjanjian utang itu ternyata mengarah pada jual beli,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum mempertanyakan mengapa sertifikat rumah bisa beralih nama jika hanya merupakan jaminan pinjaman. Dalam persidangan, JPU mengungkapkan bahwa berdasarkan dokumen yang ditandatangani di hadapan notaris, terdakwa telah menyepakati Perjanjian Jual Beli (PJB) dan memberikan kuasa untuk pengosongan rumah.
Lie Andry juga telah mencatatkan peralihan hak atas rumah tersebut melalui Akta Jual Beli (AJB) pada tahun 2020 dan memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM) atas namanya. Namun, terdakwa tetap bertahan di rumah tanpa hak, sehingga kasus ini berlanjut hingga ke meja hijau.
Kasus ini bermula dari transaksi jual beli rumah yang dilakukan Johan Gotama dengan Lie Andry pada akhir 2019. Rumah tersebut dijual dengan harga Rp900 juta. Terdakwa meminta waktu hingga Januari 2020 untuk mengosongkan rumah, tetapi hingga batas waktu berlalu, ia tetap tidak meninggalkan rumah dan mengklaim bahwa transaksi tersebut adalah perjanjian utang-piutang, bukan jual beli.
Lie Andry akhirnya melaporkan kasus ini ke pihak berwajib setelah berbagai upaya somasi tidak membuahkan hasil. Gugatan perdata yang diajukan terdakwa sebelumnya telah ditolak oleh pengadilan hingga tingkat kasasi.
Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Majelis hakim meminta kedua belah pihak untuk mempersiapkan bukti tambahan guna mendukung masing-masing argumen.