Hukum & Kriminal

Kasus Investasi Gula: Kuasa Hukum Tegaskan Kerjasama Sudah Bayar Fee, Kembalikan Modal, Masih Juga Dianggap Menipu

Surabaya, Lintas Hukrim (24/4/25) – Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan dan penggelapan dalam investasi jual beli gula dengan terdakwa Mulia Wiryanto, MBA, kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya. Sidang kali ini mengagendakan pembacaan duplik oleh tim penasihat hukum terdakwa yang merespons replik Jaksa Penuntut Umum.

Kuasa hukum terdakwa, Fransiska Xaveria Wahon, yang memimpin tim dari Lembaga Pembela Hukum GRIB JAYA, dengan tegas menegaskan bahwa perkara ini bukanlah tindak pidana, melainkan sebuah sengketa bisnis yang semestinya diselesaikan di ranah hukum perdata. “Kami berkesimpulan bahwa dakwaan Pasal 378 KUHP tidak terbukti. Hubungan antara Terdakwa dan Saksi Pelapor adalah kerja sama bisnis, bukan penipuan,” ujar Fransiska di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Hakim Djuanto.

Fransiska mengungkapkan bahwa Saksi Pelapor secara sukarela menanamkan dana sebesar Rp10 miliar, tanpa ada janji keuntungan mutlak. Selama kerja sama, Terdakwa sudah memberikan keuntungan sebanyak 13 kali dengan total nilai mencapai Rp2,3 miliar, serta telah mengembalikan modal sebesar Rp2,5 miliar. Artinya, total dana yang diterima oleh Saksi Pelapor adalah sebesar Rp4,8 miliar.

“Apakah seseorang yang telah beritikad baik mengembalikan dana secara bertahap, bahkan sebelum ada masalah hukum, layak disebut penipu?” tandas Fransiska dengan penuh keyakinan.

Meskipun proses penyelesaian damai telah dilakukan, termasuk di Kepolisian dan Kejaksaan, Saksi Pelapor terus menuntut lebih dari sekadar pengembalian modal. Tuntutan tersebut mencakup jaminan 100% saham hotel milik Terdakwa dan hak untuk masuk sebagai anggota perusahaan, bahkan berwenang untuk menjual atau menggadaikan aset-aset perusahaan. “Apakah ini bukan bentuk upaya untuk menguasai seluruh aset Terdakwa secara sepihak?” lanjut kuasa hukum, mengkritik permintaan yang dianggap tidak proporsional.

Lebih lanjut, kuasa hukum menekankan bahwa kegagalan dalam memenuhi kewajiban bisnis adalah bentuk wanprestasi, yang seharusnya diselesaikan melalui hukum perdata, bukan pidana. “Kegagalan dalam bisnis bukanlah kejahatan. Menurut Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Terdakwa berhak mendapatkan perlindungan hukum yang adil. Oleh karena itu, masalah ini seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata,” ujarnya tegas.

Di akhir sidang, Terdakwa diberi kesempatan untuk menyampaikan harapan terakhirnya sebelum putusan dijatuhkan. Dengan suara bergetar dan penuh penyesalan, Terdakwa Mulia Wiryanto menegaskan bahwa sejak awal ia memiliki niat baik dalam membangun usaha ini.

Yang Mulia Majelis Hakim yang saya muliakan,
Di hadapan sidang yang mulia ini, saya berdiri sebagai manusia biasa yang tentu tidak luput dari kekurangan, tetapi saya berdiri dengan hati yang jujur. Saya mohon izin menyampaikan sepatah dua patah kata sebagai ucapan terakhir saya sebelum Yang Mulia menjatuhkan putusan.

Saya akui, dalam perjalanan kerja sama ini, mungkin ada hal-hal yang tidak berjalan sesuai harapan. Tapi izinkan saya menegaskan dari lubuk hati terdalam: tidak ada sedikit pun niat dalam diri saya untuk menipu atau mencelakai siapa pun. Saya membangun kerja sama ini dengan niat baik, dengan harapan bisa menjadi jalan rezeki bersama, bukan sumber masalah dan konflik.

Saya telah berusaha menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan, bahkan sampai mengupayakan perdamaian di tingkat kepolisian dan kejaksaan. Namun, ketika saya diminta menyerahkan seluruh saham dan penguasaan penuh atas usaha yang saya bangun, saya merasa tidak lagi sedang diajak berdamai, tapi diminta untuk menyerahkan semuanya tanpa sisa. Itu yang membuat saya mundur, bukan karena saya lari dari tanggung jawab.

Yang Mulia,
Saya tahu bahwa keputusan ada di tangan Majelis Hakim. Tapi saya juga percaya, bahwa hukum bukan hanya soal pasal, tetapi juga soal hati nurani. Maka hari ini, saya mohon dengan segala kerendahan hati, lihatlah saya sebagai manusia yang berusaha bertanggung jawab, bukan sebagai pelaku kejahatan. Lihatlah perkara ini sebagai sengketa bisnis, bukan niat jahat.

Saya punya keluarga yang saya cintai. Saya punya masa depan yang ingin saya perjuangkan. Dan saya percaya, Yang Mulia punya kebijaksanaan untuk memutus perkara ini dengan adil, jernih, dan penuh kasih sebagai wakil Tuhan di bumi.

Apa pun putusan yang akan dibacakan nanti, saya akan menerimanya dengan lapang dada. Tapi saya mohon, jika masih ada ruang untuk keadilan yang bermartabat dan penuh kasih, bukalah ruang itu untuk saya.

Terima kasih, Yang Mulia. Semoga Tuhan selalu menyertai dan memberkahi keputusan Yang Mulia dengan kebenaran dan Keadilan.(red)

Berita Lainnya

Back to top button