Jaksa Sampaikan Replik, Kuasa Hukum Tegaskan Unsur Perdata

Surabaya – Lintas Hukrim, Pengadilan Negeri Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan penipuan dan penggelapan dalam kerja sama investasi jual beli gula dengan terdakwa Mulia Wiryanto, MBA, pada Senin (21/4/2025). Agenda sidang pembacaan replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap pledoi atau nota pembelaan yang sebelumnya disampaikan tim penasihat hukum terdakwa.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Djuanto, dengan JPU Damang dari Kejaksaan Negeri Surabaya. Terdakwa didampingi tim penasihat hukum dari Lembaga Pembela Hukum GRIB JAYA yang dikomandani oleh Fransiska Xaveria Wahon, S.H.
Dalam repliknya, JPU Damang menegaskan bahwa pembelaan yang disampaikan tim penasihat hukum terdakwa tidak berdasar. JPU menolak anggapan bahwa perkara ini merupakan sengketa perdata.
“Janji keuntungan yang tidak sesuai realisasi menunjukkan adanya bujuk rayu untuk menguasai dana korban. Penyerahan dana Rp10 miliar, ditambah Rp2,5 miliar, tidak akan terjadi tanpa adanya kepercayaan yang dibangun lewat janji-janji oleh terdakwa,” ujar Damang.
Terkait pengembalian sebagian dana sebesar Rp2,5 miliar, JPU menilai hal tersebut tidak menghapus perbuatan pidana, karena tindak penipuan telah terjadi saat dana awal diserahkan. Jaksa juga menyebut bahwa para saksi seperti Purnama Hartaja, Rahmat Santoso, dan Wilem tetap relevan karena memiliki pengetahuan terhadap rangkaian kejadian.
Tentang saksi Djoko Sutarjo yang tidak hadir di persidangan, JPU menyebut telah melakukan pemanggilan secara patut dan keterangannya sah secara hukum dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Replik ditutup dengan permintaan agar majelis hakim menolak seluruh pledoi dan tetap menghukum terdakwa sesuai tuntutan.
Kuasa Hukum: Jaksa Akui Unsur Perdata
Menanggapi replik tersebut, Fransiska Xaveria Wahon selaku penasihat hukum terdakwa menyatakan bahwa pernyataan JPU justru menguatkan bahwa perkara ini adalah ranah perdata.
“Jaksa sendiri mengakui adanya janji keuntungan yang tidak sesuai. Itu artinya, inti persoalan adalah wanprestasi, bukan penipuan. Apalagi dana Rp2,5 miliar yang disebutkan JPU telah dikembalikan, itu menunjukkan bahwa pelapor masih percaya dan bahkan menambah modalnya,” terang Fransiska.
Ia juga menyoroti tiga saksi yang dihadirkan JPU, yakni Purnama Hartaja, Rahmat Santoso, dan Wilem, yang menurutnya tidak memberikan keterangan langsung, melainkan berdasarkan cerita dari pelapor, Kosasih. Hal ini, kata Fransiska, melemahkan kualifikasi mereka sebagai saksi fakta.
Pihak kuasa hukum juga menyinggung ketidakhadiran saksi Djoko Sutarjo. “Teknologi sudah canggih, kenapa tidak digunakan video call saja? Padahal keterangannya memberatkan terdakwa dan harus diuji secara materil di persidangan,” tegasnya.
Fransiska menegaskan bahwa itikad baik kliennya untuk berdamai masih ada hingga saat ini, meski belum mendapat tanggapan dari pihak pelapor. Ia juga menilai dakwaan jaksa terkesan dipaksakan dan tidak didukung alat bukti yang sah.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan Duplik pada pekan berikutnya.