Eks Keuangan Jawa Pos Sebut Dahlan Iskan Kendalikan Arah Saham, Sidang Gugatan Nany Widjaja Memanas

SURABAYA, LintasHukrim– Persidangan gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan Nany Widjaja terhadap PT Jawa Pos dan Dahlan Iskan kembali memanas di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (10/9/2025). Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Soetrisno menghadirkan saksi dari pihak tergugat, Suhardjo Basuki, mantan Wakil Direktur Keuangan Jawa Pos.
Suhardjo yang bergabung sejak 1984 menyebut Dahlan Iskan memegang kendali penuh dalam pengambilan keputusan strategis, termasuk arah kepemilikan saham PT Dharma Nyata Press. “Sebagai pimpinan, beliau memegang kewenangan menentukan kepemilikan saham,” ujarnya.
Soal pembayaran Rp648 juta oleh Jawa Pos kepada Ned Sakdani dan Anjar Any, Suhardjo hanya mengakui adanya dana keluar, namun tidak mengetahui secara pasti penerimanya. Ia juga mengaku tidak pernah melihat dana pengembalian yang disebut masuk dari Dharma Nyata Press. “Kalaupun ada, kemungkinan itu dividen, bukan pengembalian,” tegasnya.
Pernyataan tersebut langsung dipatahkan kuasa hukum Nany, Richard Handiwiyanto. Menurutnya, kepemilikan perusahaan tidak bisa ditentukan hanya berdasarkan aliran dana atau pembagian dividen. “Legalitas kepemilikan harus dibuktikan dengan akta resmi, bukan asumsi pribadi,” ujarnya usai sidang.
Sebaliknya, kuasa hukum Dahlan Iskan, Yasin N. Alamsyah, menilai keterangan saksi justru menguatkan posisi kliennya. “Terlihat jelas Pak Dahlan figur utama yang membesarkan Jawa Pos. Itu pengakuan penting,” katanya. Ia juga menegaskan dokumen persiapan rencana go public pada 2001 tidak memiliki kekuatan hukum karena rencana itu tak pernah terwujud.
Kuasa hukum PT Jawa Pos, Eleazer Leslie Sayogo, menambahkan fakta bahwa dana keluar dari Jawa Pos wajar bila saham Dharma Nyata Press disebut sebagai milik Jawa Pos. “Ini sejalan dengan pernyataan Dahlan dalam RUPS bahwa Dharma Nyata Press adalah anak perusahaan Jawa Pos,” ucapnya.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya. Sengketa soal legalitas kepemilikan saham versus kendali faktual di tubuh Jawa Pos masih jadi titik panas perkara ini.





