Hukum & Kriminal

Dugaan Pemalsuan Dokumen Batubara, Mujiono dan Ricky Aditya Hadapi Sidang di PN Surabaya

LintasHukrim-Surabaya,(6/2/25) Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang kasus dugaan pemalsuan dokumen administrasi pengangkutan batubara dengan terdakwa Mujiono Bin Marso dan Ricky Aditya Ardianto Bin Anang Ardiansyah. Dalam sidang yang berlangsung pada Selasa (6/2/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya menghadirkan saksi ahli hukum pidana untuk memberikan keterangan terkait unsur pemalsuan, kemungkinan adanya unsur paksaan (overmacht), serta dampak hukum yang ditimbulkan.

JPU mendakwa kedua terdakwa dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atas dugaan pemalsuan dokumen Laporan Hasil Verifikasi (LHV) dan dokumen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dokumen tersebut seharusnya diterbitkan secara resmi oleh PT Indo Borneo Inspeksi Services (IBIS), namun dalam kasus ini diduga telah dipalsukan untuk mempermudah pengiriman batubara dari Kalimantan Timur ke Surabaya tanpa izin yang sah.

Saksi ahli Dr. Ina Heliany,S.H,.M.H,.CPM.,CPArb. dalam persidangan menjelaskan bahwa unsur utama dalam tindak pidana pemalsuan dokumen meliputi:

Dalam perkara ini, dokumen yang diduga dipalsukan adalah LHV dan PNBP yang tidak dikeluarkan secara resmi oleh otoritas terkait.

Terdakwa diduga memiliki kesadaran dalam membuat atau menggunakan dokumen palsu untuk kepentingan pengangkutan batubara tanpa izin resmi.

Pemalsuan dokumen berpotensi merugikan negara dalam bentuk kehilangan pendapatan dari pajak dan retribusi yang seharusnya diterima

Menurut Ina, unsur actus reus (perbuatan pidana) dan mens rea (niat jahat) merupakan dua elemen fundamental dalam hukum pidana

Mens rea menjadi unsur penting dalam menentukan pertanggungjawaban pidana. Jika terdakwa terbukti mengetahui dan dengan sengaja melakukan pemalsuan, maka unsur kesalahan terpenuhi. Namun, jika terdapat unsur tekanan atau paksaan (overmacht), maka dapat menjadi pertimbangan dalam putusan hakim,” jelas saksi ahli dalam persidangan.

Dalam persidangan, Ina juga menyoroti aspek overmacht atau daya paksa dalam hukum pidana. Menurutnya, overmacht dapat menjadi alasan peniadaan pidana jika terbukti bahwa terdakwa tidak memiliki pilihan lain selain melakukan tindakan tersebut.

“Dalam hukum pidana, ada konsep force majeure atau overmacht, yang berarti seseorang tidak dapat dipidana jika tindakan yang dilakukan berada di luar kendalinya. Namun, jika masih terdapat alternatif lain yang dapat diambil oleh terdakwa, maka alasan pemaafan ini tidak dapat digunakan,” ujar saksi ahli.

Saksi juga menegaskan bahwa dolus (kesengajaan) dalam tindak pidana sangat berperan dalam menentukan putusan. Jika pemalsuan dilakukan dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi, maka unsur kesalahan tetap terpenuhi. Namun, jika ada unsur paksaan atau ancaman (dwang), maka bisa menjadi alasan peniadaan pidana atau setidaknya pertimbangan dalam meringankan hukuman.

JPU Estik Dilla menegaskan bahwa pemalsuan dokumen tetap merupakan tindak pidana, meskipun terdakwa mengklaim berada dalam tekanan saat melakukan perbuatan tersebut.

“Dalam hukum pidana, tidak diperlukan adanya kerugian material nyata untuk menetapkan seseorang bersalah atas pemalsuan dokumen. Yang perlu dibuktikan adalah bahwa terdakwa dengan sadar dan sengaja melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum,” ujar JPU dalam persidangan.

Meski demikian, JPU mengakui bahwa jika pemalsuan tersebut tidak menimbulkan kerugian besar, hakim dapat mempertimbangkan faktor keringanan dalam vonisnya.

Dalam persidangan, kedua terdakwa mengakui kesalahannya serta menyatakan penyesalan atas perbuatannya.

Sidang selanjutnya dijadwalkan akan digelar dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut. (juanarief)


CATATAN REDAKSI LINTAS HUKRIM :

Apabila ada pihak pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan / atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan / atau berita berisi hak jawab ,sanggahan ,dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel / berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: lintashukrim@gmail.com.atau nomor WA 0821 2045 0500 ,0821 4001 6298 atas perhatiannya sebelumnya disampaikan terima kasih ( red ).

Berita Lainnya

Back to top button