HeadlineHukum & Kriminal

Baby sister Beri Obat Ilegal Tanpa Sepengetahuan Orang Tua   

LintasHukrim-Surabaya, Nurmiati binti Jufri (36), seorang pengasuh anak, kini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya atas tuduhan kekerasan fisik terhadap Elkan Wilson Goey (2,5 tahun), balita yang diasuhnya. Ia didakwa melanggar Pasal 44 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga karena memberikan obat gemuk tanpa izin orang tua korban.

Tindakan terdakwa yang berlangsung selama hampir satu tahun menyebabkan Elkan mengalami kenaikan berat badan drastis hingga 20 kilogram, pembengkakan wajah (moon face), dan berbagai gangguan hormon yang serius. Kasus ini menjadi sorotan karena tindakan pengasuh yang mengatasnamakan niat baik justru mengancam keselamatan anak majikannya.

Berdasarkan dakwaan, Nurmiati bekerja sebagai pengasuh Elkan sejak Oktober 2022 dengan gaji Rp 4,2 juta per bulan. Namun, pada Juli 2023 hingga Agustus 2024, ia secara rutin memberikan obat-obatan seperti Siproheptadina dan Deksametason kepada Elkan tanpa sepengetahuan orang tuanya.

Kasus ini terungkap pada 28 Agustus 2024, ketika saksi Sri Suhartiningsih, petugas kebersihan rumah, menemukan botol pil mencurigakan di kamar korban. Linggra Kartika Halim, ibu korban, kemudian menemukan riwayat belanja daring terdakwa berupa 7 botol pil berwarna oranye dan biru, yang ternyata adalah obat gemuk.

Saat diinterogasi, Nurmiati awalnya mengelak dan mengatakan obat tersebut untuk dirinya sendiri. Namun, setelah didesak, ia akhirnya mengaku memberikan obat tersebut kepada Elkan agar mau makan. “Obat itu saya beli di Shopee dan Lazada, lalu saya gerus dan campurkan ke makanannya,” ujar terdakwa di persidangan.

Linggra Kartika Halim dalam keterangannya yang memperkuat dakwaan. Ia menyebut bahwa anaknya mulai menunjukkan gejala aneh sejak berusia 14 bulan, termasuk sering muntah setelah makan dan mengalami kenaikan berat badan yang tidak wajar.

“Saya curiga ketika menemukan serbuk warna oranye dan biru di makanan anak saya. Saat memeriksa rekaman CCTV, terlihat terdakwa membawa gelas dari kamar mandi. Setelah itu, saya menemukan riwayat belanja daring obat gemuk di ponsel terdakwa,” ujar Linggra.

Setelah mengetahui perbuatan terdakwa, Linggra membawa Elkan ke laboratorium Prodia untuk tes darah dan hormon. Hasilnya menunjukkan kesehatan anak berada di bawah rata-rata, termasuk adanya gangguan hormon akibat penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang.

Pada September 2024, kondisi Elkan memburuk. Ia terus-menerus lemas, tidak mau makan, dan hanya tidur sepanjang hari. Dokter di RS Premier Surabaya akhirnya menyarankan suntikan steroid untuk memulihkan kondisi anak tersebut.

Sri Suhartiningsih, petugas kebersihan rumah, menjadi saksi kunci dalam kasus ini. Ia mengungkap bahwa ia memergoki terdakwa menyimpan botol pil di kamar korban. “Saya curiga ketika menemukan stick grinder di laci terdakwa. Ketika saya cari tahu di internet, saya baru sadar bahwa itu adalah obat gemuk yang diberikan ke Elkan,” ungkapnya.

Sri juga mengatakan bahwa Nurmiati kerap bersikap berbeda di depan majikannya. “Di depan ibu Linggra, dia terlihat sangat perhatian, tetapi sering membentak Elkan saat majikan tidak ada,” tambahnya.

Seorang sopir keluarga juga memberikan kesaksian serupa. Ia menyebut bahwa terdakwa sering berbohong kepada majikan, termasuk mengatakan susu Elkan sudah diseduh dengan air panas, padahal tidak. “Dia terlihat baik di depan ibu Linggra, tapi sering kasar kepada Elkan di belakang,” ujarnya.

Nurmiati mengakui perbuatannya di persidangan. Ia menyatakan bahwa niatnya hanya untuk membantu Elkan agar nafsu makannya meningkat. Ia juga mengaku pernah mencoba obat tersebut kepada anak kandungnya sebelum memberikannya kepada Elkan.

“Saya beli obat itu tujuh kali, masing-masing satu botol isi 30 pil, dengan harga Rp 30 ribu per botol. Saya berikan satu pil sehari selama hampir satu tahun,” ujar terdakwa.

Namun, ia mengakui bahwa ia tidak pernah meminta izin kepada orang tua korban sebelum memberikan obat tersebut.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan bahwa tindakan terdakwa termasuk kekerasan fisik karena telah membahayakan kesehatan dan tumbuh kembang anak. Nurmiati kini terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.

Sidang lanjutan akan menghadirkan keterangan ahli untuk memperkuat bukti medis. Pihak keluarga korban berharap proses hukum dapat memberikan keadilan bagi Elkan, yang masa kecilnya direnggut oleh tindakan ceroboh pengasuhnya.

 

Berita Lainnya

Back to top button