Anthony Wisanto: Kerja Sama Jalan, Tapi Saya Dituduh Menipu”

SURABAYA,LintasHukrim – Sidang lanjutan perkara pidana dengan Terdakwa Anthony Wisanto, S.E., digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa, (5 /8/25,) dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari tim kuasa hukum Terdakwa atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terdakwa Anthony didakwa secara alternatif oleh JPU dalam dakwaan primer Pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP (penipuan berlanjut) dan subsidiair Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP (penggelapan berlanjut). Namun, dalam eksepsi yang dibacakan secara langsung oleh kuasa hukumnya di hadapan majelis hakim, dakwaan tersebut dinilai cacat secara formil dan materiil.
Dalam nota keberatannya, penasihat hukum menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP, yakni ketepatan dan kebenaran identitas Terdakwa. Jaksa mencantumkan bahwa Terdakwa beragama Katolik, padahal bukti KTP menunjukkan bahwa Anthony menganut agama Khonghucu.
“Kesalahan mendasar ini menunjukkan bahwa Jaksa tidak melakukan verifikasi yang cermat terhadap identitas Terdakwa, yang berdampak pada sah atau tidaknya surat dakwaan,” ujar kuasa hukum.
Lebih lanjut, penasihat hukum menilai surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sebagaimana disyaratkan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Dakwaan disebut tidak menguraikan secara spesifik unsur-unsur tindak pidana, termasuk siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana peristiwa terjadi, yang pada akhirnya menyulitkan Terdakwa dalam menyiapkan pembelaan hukum.
“Jaksa menyebut adanya penyerahan uang karena rangkaian kebohongan, tetapi tidak secara tegas menguraikan waktu dan tempat setiap penyerahan serta unsur tipu muslihat secara rinci. Hal ini menyebabkan dakwaan menjadi kabur (obscuur libel),” tambah penasihat hukum.
Eksepsi juga menyoroti bahwa JPU mengabaikan fakta-fakta hukum penting yang seharusnya meringankan Terdakwa, seperti:
Pengembalian uang kepada pelapor Kevin Winata melalui transfer bank, cek, dan tunai;
Penyerahan satu unit apartemen sebagai pengembalian atas kerja sama modal usaha;
Bukti komunikasi dan pelaksanaan kegiatan yang menunjukkan bahwa proyek bukan fiktif.
“Fakta-fakta ini bahkan diakui sendiri oleh pelapor dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), namun oleh Jaksa justru dihilangkan dari dakwaan, sehingga perkara ini terkesan seolah-olah murni pidana, padahal bersifat perdata,” tegas penasihat hukum.
Sebagai bagian dari eksepsi, kuasa hukum Terdakwa juga mengajukan keberatan bahwa penuntutan perkara pidana ini prematur, karena belum adanya putusan perkara perdata yang diajukan oleh Anthony Wisanto terhadap Kevin Winata. Gugatan perdata tersebut tercatat di PN Surabaya dengan nomor 438/Pdt.G/2025/PN.Sby, yang saat ini masih dalam tahap pembuktian.
“Dalam hal terdapat sengketa perdata yang menjadi akar dari dugaan pidana, seharusnya pemeriksaan pidana ditunda terlebih dahulu sesuai dengan doktrin dan yurisprudensi prejudicieel geschil sebagaimana diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 1956 dan SEMA No. 4 Tahun 1980,” ujar tim kuasa hukum.
Atas semua uraian tersebut, tim kuasa hukum memohon kepada Majelis Hakim untuk:
Menerima dan mengabulkan eksepsi/nota keberatan Terdakwa Anthony Wisanto;
Menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard);
Membebaskan Terdakwa dari tahanan dan memulihkan hak-haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabatnya.