AMI Umumkan Aksi Besar Desak Reformasi Lapas: Soroti Narkoba dan HP Ilegal di Penjara Jawa Timur

Surabaya, 11 Juni 2025 – Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Madura Indonesia (AMI) resmi mengumumkan akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di dua lokasi strategis di Surabaya: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Jawa Timur dan Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur.
Aksi ini merupakan bentuk protes atas dugaan kuat pembiaran praktik ilegal di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Jawa Timur, yang dinilai telah mencederai semangat reformasi birokrasi dan penegakan hukum.
Ketua Umum AMI, Baihaki Akbar, menyatakan bahwa pihaknya menerima banyak laporan masyarakat dan keluarga warga binaan mengenai praktik penyalahgunaan narkotika dan penggunaan handphone ilegal di dalam lapas. Bahkan, Baihaki menyebut beberapa lapas kini layaknya “Las Vegas” — tempat di mana pelanggaran hukum justru dilindungi.
“Kami mencium adanya ketidakprofesionalan petugas lapas dan rutan. Ada dugaan pembiaran dan bahkan perlindungan terhadap pungli, penyelundupan HP, serta peredaran sabu-sabu di dalam sel,” ujar Baihaki dalam keterangannya kepada awak media, Rabu (11/6/2025).
AMI menyampaikan tiga tuntutan utama dalam aksi mereka:
- Pemecatan dan proses hukum terhadap oknum Kalapas, KPLP, Kamtib, Karutan, dan KPR yang diduga lalai dan membiarkan praktik-praktik ilegal terjadi.
- Audit dan inspeksi mendadak ke seluruh lapas dan rutan di Jawa Timur secara transparan dan menyeluruh.
- Pelibatan masyarakat sipil dan lembaga pengawasan eksternal dalam reformasi sistem pemasyarakatan.
Baihaki juga menyerukan agar Presiden RI, Menteri Hukum dan HAM, serta Komisi III DPR RI turun langsung ke lapangan untuk membuka tabir permasalahan.
“Kalau sistem ini terus dibiarkan, maka lapas bukan lagi tempat rehabilitasi, tapi berubah jadi pusat bisnis gelap yang sistematis,” tegasnya.
Aksi unjuk rasa yang direncanakan akan diikuti oleh ratusan hingga ribuan peserta, berasal dari anggota AMI, simpatisan, dan jaringan organisasi masyarakat sipil. Meskipun aksi ini bersifat damai, namun Baihaki memastikan bahwa pesan dan tuntutan yang disuarakan akan sangat serius dan sistematis.
“Kami pastikan tidak ada tindakan anarkis. Tapi ini bentuk perlawanan moral terhadap pembusukan sistem di balik tembok lapas,” imbuhnya.
AMI menilai bahwa diamnya pemerintah terhadap persoalan ini justru berpotensi memperburuk krisis kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
“Kalau tidak segera ditindak, masyarakat akan berpikir bahwa negara ikut membiarkan praktik ini. Kami akan terus bergerak sampai ada tindakan nyata,” pungkas Baihaki.
Di akhir pernyataannya, Baihaki menegaskan bahwa tuntutan AMI bukanlah bentuk perlawanan terhadap negara, tetapi demi memperjuangkan keadilan dan moralitas dalam sistem pemasyarakatan.
Aksi ini diharapkan menjadi pemicu perubahan nyata. Masyarakat kini menanti: akankah negara bertindak tegas, atau justru bungkam?