HeadlineHukum & Kriminal

Adi Pradita, Pelaku Teror Seksual Digital dengan 400 Akun Palsu  

LintasHukrim(29/11/24)Pengadilan Negeri Surabaya kembali menggelar sidang perkara Adi Pradita (29), seorang karyawan swasta yang didakwa melakukan tindak pidana pelanggaran kesusilaan melalui media elektronik selama delapan tahun, sejak 2016 hingga 2024. Terdakwa diduga secara sistematis menguntit dan mengganggu korban, Nimas Runeh Sabillah Sutopo, melalui media sosial dengan membuat ratusan akun palsu.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), disebutkan bahwa terdakwa mengirimkan konten vulgar berupa foto alat kelaminnya dan pesan-pesan bernada seksual kepada korban. Tidak hanya itu, terdakwa juga menggunakan aplikasi untuk mengedit foto korban menjadi konten tidak senonoh. Akibat perbuatan tersebut, korban mengalami gangguan psikologis berupa kecemasan, depresi, dan PTSD, sebagaimana dibuktikan melalui pemeriksaan di RS Bhayangkara Surabaya.

Perbuatan terdakwa dianggap melanggar Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024. Pasal tersebut mengatur larangan mendistribusikan atau mentransmisikan informasi elektronik yang bermuatan melanggar kesusilaan.

Sidang sebelumnya diwarnai upaya eksepsi dari penasihat hukum terdakwa yang menyebut dakwaan JPU tidak jelas. Namun, majelis hakim menolak eksepsi tersebut dalam putusan sela yang dibacakan hari ini. Hakim menyatakan bahwa dakwaan JPU telah memenuhi syarat formil dan materiil, sehingga memerintahkan sidang dilanjutkan ke tahap pembuktian.

Pada rabu 06 Nov. 2024 Amar Putusan Sela MENGADILI Menolak keberatan atau eksepsi dari terdakwa dan penasihat hukumnya; Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa “Adi Pradita”; Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir;Pemberitahuan Putusan Sela Kepada Penuntut Umum

JPU telah menyiapkan sejumlah barang bukti, termasuk tangkapan layar percakapan, foto-foto yang didistribusikan terdakwa, serta keterangan ahli psikologi forensik. Sementara itu, terdakwa yang hadir di ruang sidang tampak tertunduk tanpa memberikan komentar apa pun kepada media.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, termasuk korban yang akan memberikan kesaksian terkait dampak yang dialaminya selama bertahun-tahun akibat perbuatan terdakwa. Jika terbukti bersalah, terdakwa terancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan/atau denda Rp1 miliar.

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya literasi digital dan ancaman kejahatan siber yang dapat merugikan korban secara fisik maupun mental.(Red)

———————————-‐——————–,——

 

CATATAN REDAKSI LINTAS HUKRIM :

Apabila ada pihak pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan / atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan / atau berita berisi hak jawab ,sanggahan ,dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel / berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: lintashukrim@gmail.com.atau nomor WA 0821 2045 0500 ,0821 4001 6298 atas perhatiannya sebelumnya disampaikan terima kasih ( red ).

 

Berita Lainnya

Back to top button