Hukum

Praperadilan Advokat Senior Yafet Kurniawan dan Robert Mantinia Dikabulkan PN Surabaya

Surabaya, LintasHukrim- 3 November 2025 ,Setelah delapan tahun tanpa kepastian, perjuangan dua advokat senior Yafet Kurniawan, S.H., M.Hum. dan Robert Mantinia, S.H., M.H. akhirnya membuahkan hasil. Pengadilan Negeri (PN) Surabaya melalui Hakim Tunggal Hj. Salyawati resmi mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang mereka ajukan, dan menyatakan penghentian penyidikan oleh Polrestabes Surabaya tidak sah serta batal demi hukum.

Putusan ini tercatat dalam register perkara No. 34/Pid/Pra/2025/PN Sby, dengan amar yang memerintahkan Polrestabes Surabaya untuk membuka kembali penyidikan atas Laporan Polisi Nomor LP/B/1399/X/2016/UM/Jatim tertanggal 23 Mei 2016.

Hakim menilai, penghentian penyidikan sebelumnya tidak memenuhi asas profesionalitas dan kepastian hukum. Dalam pertimbangannya, majelis merujuk pada temuan Bidpropam Polda Jawa Timur melalui Surat Nomor B/8933/VII/RES.1.24/2025/Bidpropam tertanggal 11 Agustus 2025, yang mengungkap adanya indikasi ketidakprofesionalan penyidik Unit Pidek Satreskrim Polrestabes Surabaya dalam menangani perkara tersebut.

Saat Ditemui  Yafet Kurniawan memaparkan kronologi panjang di balik pengajuan praperadilan tersebut. Menurutnya, sejak laporan dibuat pada tahun 2016, perkara ini tidak pernah beranjak ke tahap penetapan tersangka yang sah. Justru, penyidik secara sepihak menghentikan penyidikan dengan dalih telah tercapai perdamaian antara pelapor dan terlapor.

“Kami ajukan praperadilan karena lamanya proses penyidikan ini. Bayangkan, hampir delapan tahun berlalu tanpa kejelasan. Ada perdamaian yang dijadikan dasar penghentian penyidikan, tapi perdamaian itu tidak sah karena tidak sesuai prosedur dan tidak pernah terlaksana,” ungkap Yafet dengan nada kecewa.

Ia menambahkan, kliennya telah berulang kali melaporkan kepada penyidik bahwa isi perjanjian perdamaian tidak dijalankan oleh pihak terlapor. Namun, alih-alih menindaklanjuti laporan itu, penyidik tetap menutup perkara dengan dasar kesepakatan yang cacat secara hukum.

“Perkara ini sempat digelar dengan alasan sudah ada perdamaian. Padahal dari awal, mekanismenya tidak sah karena tak ada pelaksanaan kesepakatan yang dijanjikan. Di situ letak kesalahannya,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Yafet menegaskan bahwa penyidik telah melanggar prosedur dan prinsip profesionalitas. Fakta-fakta itu pun terkonfirmasi dalam surat resmi dari Irwasda Polda Jatim, yang menyoroti adanya ketidakprofesionalan dalam penanganan perkara ini.

“Hakim mempertimbangkan semua itu. Termasuk surat dari Irwasda yang menyatakan penyidik tidak profesional. Maka sudah tepat kalau pengadilan memutuskan penghentian penyidikan ini batal demi hukum dan memerintahkan penyidikan dibuka kembali,” ujarnya.

Terkait isu cek pembayaran yang sempat mencuat di publik, Yafet juga memberikan klarifikasi. Ia menyebut, cek yang diklaim sudah dicairkan oleh pihak terlapor ternyata tidak valid, karena rekening yang digunakan telah ditutup lebih dulu.

“Mengenai isu isu yang beredar di luar rekening pihak terlapor sudah ditutup,,” tambahnya.

Yafet berharap Polrestabes Surabaya segera mematuhi putusan hakim dan membuka kembali penyidikan sesuai perintah pengadilan.

“Sudah jelas amar putusannya. Pengadilan menyuruh penyidikan dibuka kembali, dan itu wajib dilaksanakan. Delapan tahun menunggu cukup lama. Sekarang waktunya hukum ditegakkan,” tegasnya.

Nama Yafet Kurniawan dikenal luas di kalangan penegak hukum. Ia bukan hanya advokat senior dengan pengalaman panjang dalam perkara pidana dan perdata, tetapi juga figur yang konsisten memperjuangkan keadilan bagi klien-kliennya di seluruh Indonesia.
Menariknya, Yafet adalah kakak kandung Jaksa Devi, yang kini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau. Namun, keduanya tetap menjaga profesionalisme di ranah masing-masing. Bagi Yafet, loyalitasnya bukan pada jabatan, melainkan pada hukum itu sendiri.

Rekan sejawatnya, Robert Mantinia, juga dikenal sebagai pengacara yang berintegritas dan analitis. Duet keduanya dalam berbagai kasus besar membuat nama mereka identik dengan keberanian menghadapi penyimpangan hukum, sekalipun berhadapan dengan aparat penegak hukum sendiri.

Putusan ini menjadi pengingat keras bahwa prosedur bukan sekadar formalitas, tetapi pondasi utama keadilan. Praperadilan yang dikabulkan PN Surabaya bukan hanya kemenangan bagi pemohon, melainkan sinyal penting bahwa hukum tetap memiliki jalur koreksi terhadap penyidik yang lalai atau menyimpang dari asas due process of law.

Kasus ini membuktikan, di tengah kompleksitas sistem peradilan, keadilan masih bisa ditegakkan ketika hukum dipertahankan dengan konsistensi dan kesabaran. Delapan tahun penantian itu akhirnya berbuah, bukan karena keberuntungan, tapi karena keyakinan bahwa hukum yang benar tidak akan pernah benar-benar hilang, hanya tertunda untuk ditegakkan.

Berita Lainnya

Back to top button