Nilai Lelang Dipersoalkan, PT Lintas Cindo Bersama Gugat BNI di PN Surabaya

SURABAYA,LintasHukrim– Sengketa hukum terkait pelelangan dua bidang tanah milik almarhum Thio John Herryanto Sutekno kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (14/10/2025).
Perkara ini melibatkan PT Lintas Cindo Bersama (LCB) c.q. Lisa Anggraeni sebagai penggugat melawan Bank BNI dan KJPP Latief Hanief & Rekan selaku tergugat dalam proses lelang yang dipersoalkan.
Sidang yang digelar di Ruang Sari 3 menghadirkan Thio Bram Tiyokinanto sebagai saksi. Ia merupakan pengusaha sekaligus kerabat Lisa Anggraeni, istri dari mendiang Thio John Herryanto Sutekno.
Saksi menjelaskan, PT LCB memiliki hubungan kredit dengan BNI dengan jaminan dua bidang tanah masing-masing SHGB No. 63 seluas 1.568 m² dan SHGB No. 64 seluas 1.634 m², berlokasi di Kompleks Pergudangan Suri Mulia, Jl. Raya Margomulyo No. 44 Blok C No. 33, Surabaya.
“Namun saat ini lahan itu masih ditempati oleh LCB,” ucap Thio di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, kredit LCB mulai macet sejak 2024. Namun Lisa keberatan terhadap nilai lelang yang dianggap jauh di bawah harga pasar.
“Lisa tidak setuju dengan nilai lelang. Padahal menurut seorang rekannya bernama Aldo, harga tanah di sana mencapai Rp10 juta per meter. Sedangkan menurut penilaian KJPP Imam Bachron pada tahun 2020, nilai pasarnya Rp25 miliar,” jelas Thio.
Thio menambahkan, pada 2020 BNI pernah meminta mendiang Thio John menjual aset dengan nilai pasar Rp25 miliar dan nilai likuidasi Rp10 miliar. Sedangkan hasil penilaian dari KJPP Pung yang diminta Lisa pada Maret 2025 menaksir nilai pasar lahan tersebut Rp27 miliar dan nilai likuidasi Rp19 miliar.
“Namun dalam pelaksanaan lelang, BNI justru menggunakan penilaian KJPP Latief Hanief tahun 2024, dengan nilai pasar hanya Rp22 miliar dan nilai likuidasi Rp15 miliar,” katanya.
Kuasa hukum PT LCB, Yafeti Waruwu, menilai terdapat ketimpangan signifikan antar hasil appraisal tersebut. Ia menyebut hal itu mengindikasikan adanya perbuatan melawan hukum.
“Ada perbedaan nilai yang sangat jauh. Tahun 2020 dan 2025 nilainya Rp25–27 miliar, tapi BNI memakai appraisal 2024 senilai Rp22 miliar. Ini patut diduga disengaja untuk menekan harga lelang,” ujar Yafeti usai sidang.
Yafeti juga mengungkapkan, Aldo, anak dari pemenang lelang Wahyudi Prasetyo (Turut Tergugat II), mengakui bahwa dirinya sebenarnya pembeli aset tersebut, meski lelang tercatat atas nama ayahnya.
“Aldo tahu harga pasar di sana Rp10 juta per meter. Ini memperkuat dugaan bahwa proses lelang sarat kejanggalan dan merugikan klien kami,” tambahnya.
Sementara pihak turut tergugat menilai keterangan saksi Thio tidak relevan dengan pokok perkara.
“Pernyataan saksi tidak menambah bobot terhadap gugatan pokok. Proses lelang telah dilakukan sesuai prosedur,” tegasnya di persidangan.
Dalam gugatannya, PT Lintas Cindo Bersama meminta majelis hakim menyatakan lelang oleh BNI tidak sah dan cacat hukum, serta menuntut ganti rugi immateriil sebesar Rp50 miliar, terdiri dari:
Bank BNI (Tergugat I): Rp30 miliar
KJPP Latief Hanief (Tergugat III): Rp20 miliar
Selain itu, penggugat juga meminta ATR/BPN Surabaya I untuk tidak melakukan tindakan hukum apapun terhadap aset tanah yang disengketakan hingga adanya putusan berkekuatan hukum





