Hukum & Kriminal

“Bendera Dipinjam, Pandega Tidak Mengetahui Isi Kesepakatan”

Surabaya, Lintas Hukrim — Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan proyek fiktif pengangkutan beton senilai lebih dari Rp100 miliar kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (24/4/2025). Empat terdakwa—Anita, Ponidi, Pandega Agung, dan Soen Hermawan—didakwa merekayasa proyek fiktif yang melibatkan PT Varia Usaha Beton guna menipu PT Bima Sempaja Abadi (BSA).

Dalam persidangan, Sri Ariani—saksi yang pernah bekerja sebagai kasir di PT Dimas pada tahun 2019—memberikan keterangan penting terkait aliran pembayaran. Menurut Sri, pembayaran dilakukan dua kali menggunakan cek, yang kemudian diganti melalui transfer. Ia menyebut bahwa meskipun PT Arthamas sempat menyalurkan dana, jumlahnya terbatas dan hanya dilakukan satu kali pada 29 Mei 2019 sebesar Rp73 miliar.

“Saya tidak pernah berhubungan langsung dengan PT Arthamas. Saya hanya tahu ada perjanjian, tapi tidak tahu isi lengkapnya,” ujar Sri di hadapan majelis hakim.

Sri juga mengaku mengalami kerugian sebesar Rp32 miliar akibat cek yang belum dibayar oleh PT, Arthamas.

Menurutnya, pembayaran dari perusahaannya dilakukan ke CV Adil Lokeswara, kemudian PT Arthamas yang seharusnya membayar ke perusahaannya.

Pembayaran terakhir tercatat pada 23 Mei 2019.
“Pembayaran itu hanya untuk biaya pengangkutan,” tegas Sri.

Ia juga menjelaskan bahwa CV Adil hanya berperan sebagai pihak penerima pembayaran dalam skema tersebut.

Menanggapi kesaksian tersebut, terdakwa Anita membenarkan pernyataan Sri, sementara dua terdakwa lainnya, Ponidi dan Soen Hermawan, tidak mengajukan keberatan.

Saksi lain, Harianto, yang bertugas mengambil surat jalan ke CV Adil Lokeswara, mengungkapkan bahwa ia hanya diperintah mengambil dokumen namun dokumen itu berkop PT Arthamas tanpa mengetahui detail isi kegiatan pengangkutan. Ia mengaku tidak pernah bertemu langsung dengan Anita, dan hanya berkoordinasi dengan Pandega Agung saat mengambil dokumen.

“Saya hanya mengambil surat jalan di kantor Pandega. Tidak pernah ke kantor PT Arthamas. Saya tidak kenal Anita, dan baru bertemu Ponidi beberapa bulan kemudian,” ungkap

Perjanjian antara CV. Adil dengan BSA dibuat tapi disepakati untuk tidak dijalankan. Pandega Agung hanya bertugas menyampaikan laporan pemuatan berupa surat muat saja dengan kop PT. Arthamas dan hal ini sudah berjalan selama 8 bulan.

Harianto uga menambahkan bahwa tidak ada bentuk dokumentasi, foto foto saat pembongkaran muatan yang dapat dijadikan bukti atas kegiatan pengangkutan hanya no plat dan nama sopir. Ucapnya.

Sidang dijadwalkan kembali pada pekan depan untuk pemeriksaan lanjutan. Tim kuasa hukum terdakwa Pandega Agung mendesak agar Umar Ghani yang diduga sebagai otak di balik proyek fiktif tersebut dihadirkan sebagai saksi guna mengungkap peranannya dalam penipuan yang telah merugikan banyak pihak.

Pernyataan Kuasa Hukum
Heru Krisbianto, S.H., M.H. dan Erna Wahyuningsih, S.H. dari Kantor Hukum HK Law Firm, selaku penasihat hukum Pandega Agung, menyatakan bahwa surat jalan itu atas nama PT Arthamas telah dilaporkan sejak delapan bulan lalu.

“Perjanjian yang dibuat hanya formalitas. Penipuan ini ibaratnya sudah dikasih tempat,” ujar Heru kepada awak media usai persidangan.

Erna menambahkan bahwa ” Perjanjian antara CV. Adil dengan BSA dibuat tapi disepakati untuk tidak dijalankan. Pandega Agung hanya bertugas menyampaikan laporan pemuatan berupa surat muat saja dengan kop PT. Arthamas dan hal ini sudah berjalan selama 8 bulan. Terus salahnya dimana” Ucapnya

Erna turut menyampaikan bahwa seluruh direktur yang diperiksa dalam BAP menyatakan bahwa pembayaran dilakukan sebelum kegiatan pengangkutan dijalankan.

“Masa iya, ada maling dibukakan pintu? Kalau Pak Agung memang disuruh seperti itu dan hanya meminjamkan bendera perusahaan, di mana letak kesalahnya. Pungkas Erna

Berita Lainnya

Back to top button