HeadlineHukum & Kriminal

Ivan Sugianto Akui Suruh Anak Korban Sujud dan Menggonggong

LintasHukrim (12/3/25) – Sidang lanjutan kasus dugaan kekerasan psikis terhadap anak di bawah umur dengan terdakwa Ivan Sugianto kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Ruang Kartika 2. Agenda sidang kali ini menghadirkan saksi yang meringankan serta mendengarkan keterangan langsung dari terdakwa.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Galih Riana Putra dari Kejaksaan Negeri Surabaya menanyakan kepada Ivan mengenai urutan kejadian yang menyebabkan dirinya dituntut atas kekerasan psikis terhadap anak.
Menurut keterangan Ivan, peristiwa ini berawal ketika dirinya menerima telepon dari seseorang bernama Dev, yang mengabarkan bahwa anaknya sedang ramai dibicarakan karena menjadi korban perundungan (bullying) di sekolah. Merasa khawatir, Ivan segera menuju sekolah anaknya.
Saat tiba di lokasi, Ivan melihat telah terjadi kerumunan orang tua murid dan anak-anak lainnya. Terdakwa mengaku pertama kali menghampiri orang tua anak bernama Etan, yang diduga ikut terlibat dalam perundungan terhadap anaknya. Saat Ivan bertanya, “Kenapa?”, orang tua Etan justru menjawab dengan nada menyepelekan, “Sudahlah, kamu nggak usah cari sensasi.”
Merasa tersinggung, Ivan menilai bahwa orang tua Etan terkesan menjebaknya. Dalam keadaan emosi, Ivan pun berkata, “Anak kamu sudah membully anak saya seperti anjing. Saya nggak terima kalau anak saya satu-satunya dibully seperti anjing!”
Menurut Ivan, istilah “anjing” yang ia gunakan bukan bermaksud merendahkan, tetapi karena anaknya merasa sangat terhina dibandingkan dengan hewan. Ivan mengklaim bahwa tindakan perundungan ini sudah keterlaluan, sehingga ia ingin memastikan bahwa orang tua pelaku merasakan bagaimana jika anak mereka diperlakukan seperti itu.
Kemudian, Ivan menemui orang tua anak lain yang ikut membully anaknya. Dalam pertemuan itu, Ivan bertanya, “Anakmu membully anak saya, gimana solusinya?” Ia pun menambahkan, “Anakmu menghina anak saya seperti anjing. Saya sebagai orang tua tidak terima! Saya ingin kamu merasakan bagaimana dihina jadi anjing.”
Ivan lalu menyuruh anak yang membully anaknya untuk bersujud dan menggonggong sebagai bentuk pembelajaran. Namun, terdakwa mengklaim bahwa di lapangan, anak tersebut hanya bersujud tanpa menggonggong.

Terdakwa juga mengungkapkan bahwa saat kejadian, ia berharap pihak sekolah berinisiatif untuk mengambil kebijakan guna menyelesaikan masalah ini. Ketika dilakukan mediasi oleh kepala sekolah dan seorang guru bernama Pak Robi, pihak sekolah menanyakan ke Ivan, “Maunya bagaimana, Pak?”
Ivan menjawab bahwa dirinya sebenarnya sudah menganggap masalah ini selesai. Namun, ketika pihak sekolah kembali bertanya mengenai bentuk penyelesaian yang diinginkannya, Ivan menyatakan bahwa jika anaknya sudah dihina seperti anjing, maka anak yang melakukan perundungan harus merasakan hal yang sama.
Saat mediasi, sempat muncul gagasan agar anak korban membuat video klarifikasi dan permintaan maaf kepada anak Ivan. Namun, menurut terdakwa, anak korban menolak membuat video tersebut. Ivan menegaskan bahwa dirinya tidak memaksa pembuatan video tersebut, meskipun ia merasa bahwa keadilan belum benar-benar didapatkan oleh anaknya.

Dalam persidangan, Ivan juga mengungkapkan bahwa orang tua korban sempat menyalahkan diri sendiri karena merasa gagal mendidik anaknya. Bahkan, ketika orang tua korban bersedia menggantikan anaknya untuk bersujud, Ivan menahannya dengan mengatakan, “Ini bukan kesalahan Saudara, ini kesalahan anak Saudara.”
Namun, menurut Ivan, yang justru menyuruh anak korban untuk mengulang sujud dengan keras adalah orang tua korban sendiri. Hal ini disebut Ivan sebagai bukti bahwa ia tidak memaksa tindakan tersebut, melainkan situasi berkembang sesuai dengan inisiatif orang tua korban.

Setelah kejadian di sekolah, Ivan mengaku sempat menghubungi keluarga korban untuk menanyakan kondisi ibunya Etan. Jawaban dari ayah korban adalah bahwa kondisi sang ibu sudah baik-baik saja.
Ivan juga menyebut bahwa seorang teman korban pernah meminta tolong agar masalah ini segera diselesaikan. Akhirnya, disepakati untuk melakukan pertemuan di sebuah bengkel guna membahas penyelesaian.
Dalam pertemuan tersebut, keluarga korban akhirnya datang dan menandatangani surat perdamaian. Namun, setelah dokumen ditandatangani, pihak korban mempertanyakan salinan atau fotokopi perjanjian perdamaian. Ivan menjelaskan bahwa karena pertemuan dilakukan pada malam hari, tidak ada fasilitas fotokopi sehingga dokumen tetap dibuat secara manual.
Terdakwa menegaskan bahwa perjanjian tersebut dibuat bukan untuk tujuan buruk, melainkan untuk menyelesaikan masalah secara damai. Namun, setelah berita ini berkembang di media, Ivan merasa ada kesalahpahaman yang menyebutkan bahwa dirinya melakukan kekerasan fisik dengan menendang anak sambil membawa pistol. Ivan dengan tegas menyangkal tuduhan tersebut, karena menurutnya permasalahan ini hanya sebatas perselisihan verbal dan tidak melibatkan kekerasan fisik.

Atas perbuatannya, Ivan Sugianto dijerat dengan Pasal 80 Ayat 1 Jo Pasal 76C UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 335 Ayat (1) Butir 1 KUHP.
Pasal 76C UU Perlindungan Anak menegaskan bahwa “setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.” Sementara itu, Pasal 80 Ayat 1 UU Perlindungan Anak mengancam pelaku kekerasan terhadap anak dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan/atau denda hingga Rp100 juta.

Selain itu, Pasal 335 KUHP juga mencantumkan ancaman hukuman penjara maksimal satu tahun bagi pelaku yang melakukan pemaksaan atau ancaman.

Sidang lanjutan kasus ini akan kembali digelar guna mendengarkan keterangan tambahan dari saksi-saksi lainnya. Perkara ini menarik perhatian publik karena melibatkan isu bullying di sekolah serta respons orang tua terhadap perundungan anaknya.

Apakah tindakan Ivan bisa dianggap sebagai bentuk perlindungan orang tua terhadap anaknya? Atau justru merupakan bentuk kekerasan psikis yang melanggar hukum? Sidang berikutnya akan menjadi kunci untuk menentukan nasib terdakwa.

Berita Lainnya

Back to top button